BAB II PEMBAHASAN
A.
DOKTRIN TRITUNGGAL
Pembahasan mengenai Allah yang Esa dalam
tiga oknum pribadi ini seiring berjalannya waktu telah menjadi sebuah Doktrin,
pada umumnya disebut dengan istilah Doktrin Tritunggal atau Trinitas, atau
dalam bahasa Inggris disebut Holy Trinity.
Doktrin ini mendapat sorotan yang lebih sehingga sering mengalami kesulitan.
Walaupun kata “Tritunggal” memang tidak terdapat dalam
Alkitab, namun melalui
“tritunggal” telah dapat menyimpulkan seluruh
ajaran Alkitab tentang rahasia diri Allah. Istilah ini pada awalnya dipakai
untuk memelihara kebenaran mengenai diri Allah, yaitu untuk melawan ajaran
palsu dari guru-guru penyesat.[1]
Hal ini penting untuk dimengerti dan tidak boleh dikesampingkan.
Doktrin ini sebenarnya pertama kali
diperkenalkan oleh seorang tokoh yang bernama Tertulianus. Tertulianus adalah
seorang pengacara kelahiran Afrika yang berbahasa Yunani. Ia memilih menulis
dalam bahasa Latin, dan karya-karyanya mencerminkan unsur-unsur moral dan
praktis orang Romawi yang berbahasa Latin. Pengacara yang berbahasa Latin ini
telah menarik banyak penulis untuk mengikuti gayanya. Ketika orang Kristen
Yunani masih bertengkar tentang keilahian Kristus serta hubunganNya dengan
Allah Bapa, Tertulianus sudah berupaya menyatukan kepercayaan itu dan
menjelaskan posisi ortodoks. Ia pun merintis formula yang sampai hari ini masih
kita pegang, yaitu “Allah adalah satu hakikat yang terdiri dair tiga pribadi”.
Proses perintisan ini tidak dipengaruhi oleh terminologi dari para filsuf.
Tertulianus menjelaskan bahwa Yesus tidak lebih rendah
dari Bapa, meskipun
diperanakkan oleh Maria. Konsep ini sering salah dipahami menjadi
memperanakkan menurut istilah biologis, yaitu bahwa yang dikatakan “anak” dilahirkan melalui
hubungan seksual, itu karena keberadaan manusia adalah daging. Namun, samgat
berbeda dengan Tuhan Allah yang adalah Roh. Apabila Bapa memperanakkan Anak dalam
Roh, itu bukanlah
konsep keluarga manusia
jasmaniah, karena Yesus adalah Anak Allah, dan Dia dilahirkan oleh Bapa
dalam Roh.[2]
Doktrin Trinitas (Gilchrist 1999:70-89)
adalah hasil dari eksplorasi terus-menerus yang dilakukan oleh Gereja terhadap
data Alkitab, dan juga sebagai hasil perdebatan dan kesepakatan-kesepakatan
yang kemudian diformulasikan dalam Sidang Gereja Pertama di Nicea (325 AD),
dengan cara yang mereka yakini konsisten dengan kesaksian Alkitab.[3]
Pada masa sebelum reformasi, penekanan
atas Kemahaesaan Allah sangatlah dipertahankan dengan kokoh oleh orang-orang
Yahudi yang pada masa itu juga Tuhan Yesus ada. Seiring dengan berjalannya
waktu, penekanan atas Kemahaesaan Allah terus diwarisi oleh
gereja-gereja Kristen hingga masa kini. Dampak yang kurang baik terlihat dari
sikap atau cara pandang sebagian orang Kristen tersebut terhadap Allah
Tritunggal. Cara pandang tersebut menyingkirkan- menyingkirkan perbedaan
pribadi-pribadi dalam Allah Tritunggal satu-persatu, dan yang menjadi gagal
memberikan penjelasan yang sempurna pada keilahian esensial dari pribadi kedua
dan ketiga Allah Tritunggal.[4]
Luther sebagai pemimpin gereja Reformasi,
setuju untuk menerima doktrin ortodoks tentang
Trinitas, alasanya ialah karena hal itu diajarkan dalam Alkitab walaupun
ia merasa bahwa hanya iman
saja yang dapat memahami Trinitas.[5]
Pengakuan Kristiani bahwa hanya ada satu
Allah tidak dimaksudkan sebagai pernyataan matematis. Orang Kristen tidak menghitung
Allah karena Allah melampaui cakupan matematika. Hal yang sama dapat
diungkapkan sehubungandengan doktrin Trinitas. Doktrin ini tidak ada kaitannya
dengan pertanyaan seperti: ada berapa allah? Doktrin Trinitas memahami Allah
bukan sebagai individu tunggal yang hidup dalam kesendirian dan yang memutuskan
segala sesuatu dengansewenang-wenang, dan bukan pula sebagai tiga individu
allah, yang masing-masing memiliki peran dan karakter sendiri. Lebih lagi, trinitas menegaskan di satu sisi,
kebesaran Allah yang tak tertandingi dan kekuasaan Allah yang kekal atas
seluruh ciptaan; dan di sisi lain, berbagai cara Allah mengungkapkan kasihNya
kepada dunia.[6]
Mencari
kesimpulan dari pembahasan ini sangat sulit,
karena membahas tentang
Allah yang adalah Roh, dan keberadaan-Nya yang berada pada kekekalan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Allah yang Esa, memperkenalkan Diri-Nya kepada
ciptaan-Nya sebagai Allah Tritunggal, Ketiga-tiga-Nya tidak terpisah-pisah satu
dengan yang lain, namun berbeda-beda juga melalui oknum-oknum-Nya.[7]
B.
ALLAH BAPA (Oknum Pertama Tritunggal)
Bila kita mulai
berbicara mengenai “Allah”,
itu artinya akan menghasilkan paham-
paham yang berada di luar akal manusia. Allah merupakan pribadi yang
dikenal oleh semua mahluk, sebab Dia adalah pencipta dari segala ciptaan yang
ada dibumi, termasuk manusia. Walaupun demikian, ada diantaranya yang tidak
mengakui keberadaan Allah. Allah adalah roh yang tidak dapat dijangkau oleh
manusia, namun berberda dengan Roh Kudus. Allah juga tidak dapat dipahami
secara keseluruhan, terlebih lagi jika mengandalkan otak manusia yang kecil dan terbetas. Ia-lah
pribadi yang menunjuk
sebagai penguasa yang memerintah pada kekekalan. Sebelum membahas
tentang Allah secara mendalam, ada satu kalimat kunci yang harus kita tegaskan
terlebih dahulu, yaitu bahwa “Sesungguhnya kita hanya dapat mengenal Allah,
sebab Ia telah menyatakan diri”.[8]
‘Allah
Bapa’ adalah Allah yang Mahabesar
yang memelihara dan mengatur seluruh jagad raya dan sejarah, juga
memelihara dan mengatur kehidupan setiap pribadi. Dengan demikian Ialah ialah
Allah atas seluruh alam semesta; Ia lebih besar dari segalanya (Yoh. 10:29).[9]
Bapa tidak berasal dari siapa pun, tidak diperanakkan atau keluar dari siapa
pun, Anak secara kekal diperanakkan dari Bapa: Roh Kudus secara kekal keluar
dari Bapa dan Anak.
1. Nama
Allah Bapa
Nama yang paling
umum untuk Allah,
di dalam PL adalah Elohim
dan empat huruf Konsonan Ibrani yaitu YHWH. Nama Elohim merupakan sebutan umum untuk
Allah yang Esa. Sedangkan YHWH lebih menunjuk kepada nama Pribadi dari Allah
yang dikenal oleh orang Israel.[10] Karena,
’El’ lebih ditujukan sebagai
penghormatan kepada
"Tuhan Yang Esa."[11]
2.
Hakikat Allah
Hakikat Allah pada umumnya dijelaskan
dengan istilah-istilah “esensi” dan “substansi”, yang berarti sesuatu yang
mendasari semua penampilan luar, bersifat materi maupun non-materi, yang adalah
dasar segala sesuatu.[12]
Kita tidak dapat melihat Allah karena
Allah adalah Roh. Allah hanya dapat kita lihat dan buktikan melalui akibat dari
pekerjaan-Nya. Kita juga tidak dapat melihat angin, namun kita dapat
merasakannya.[13]
3. Pikiran Allah
Ø Pikiran
Allah tidak diciptakan, kekal; sedangkan pikiran kita diciptakan dan dibatasi oleh waktu.
Ø Pikiran-pikiran
Allah pada akhirnya menentukan atau menetapkan apa yang akan terjadi.
Ø Karena
itu pikiran-pikiran Allah merupakan penguji atau pengukur diri-Nya sendiri;
pikiran-pikiran Allah merupakan kriteria kebenaran bagi pikiran-pikiran kita sendiri.
Ø Pikiran
Allah akan selalu membawa kemuliaan dan hormat bagi Dia karena Allah selalu “hadir
dalam berkat” bagi diri-Nya sendiri.[14]
Berdasarkan pikiran Allah inilah, Allah
Bapa telah merencanakan sebaik mungkin rancangan bagi Manusia, sebagai mahluk
yang ‘serupa dengan Allah’. Akibat dosa yang memisahkan manusia dengan Allah,
Allah berinisiatif untuk memperdamaikan diriNya dengan manusia sebagai umatNya,
sehingga Ia harus berinkarnasi menjadi manusia, yang akan menjadi kurban
pendamaian antara diriNya dengan manusia. Bentuk inisiatif tersebut terlihat
jelas pada diri Yesus Kristus sebagai manusia sejati dan Allah sejati.
Berdasarkan inisiatif inilah, Allah Bapa yang misterius tersebut hadir sebagai manusia, dalam bentuk
dan cara yang dapat manusia pahami.[15]
C.
YESUS KRISTUS (Oknum Kedua Tritunggal)
Keberadaan Yesus Kristus di bumi adalah
sebagai Anak Manusia dan Anak Allah, yang artinya memiliki dua natur. Anak
Allah yang dimaksud bukanlah berdasarkan hubungan biologis, namun berdasarkan kesatuan dalam kekekalan. Keberadaan ini bersifat mutlak, karena keilahianNya.
Dalam pemikiran orang-orang pada masa itu hingga sekarang, yaitu mengatakan bahwa
mustahil ada seorang
manusia dapat berkedudukan juga sebagai Allah. Pada saat awal kelahiran-Nya saja, para gembala
telah mengatakan bahwa Dialah raja orang Yahudi, yang sejak zaman purbakala
telah dinubuatkan oleh para Nabi- Nabi.
Penyebutan orang Kristen kepada Yesus
sebagai Anak Allah jugalah yang mendukung penolakan tersebut, terlebih lagi
jika dilihat dari biografi kehidupan Yesus Kristus pada saat berada
dibumi yaitu lahir di kandang
domba, hidup sebagai
anak seorang tukang kayu, dan
mati di kayu salib seperti seorang hukuman.
Menurut Brunner, Yesus Kristus adalah
pusat dari Alkitab dan sejarah, yaitu tepatnya dalam Inkarnasi dari Firman
Tuhan. Dengan demikian ia menyimpulkan bahwa Yesus Kristus adalah kesatuan dari
semua penyatuan.[16]
Jadi, dapat dikatakan bahwa Yesus Kristus
adalah Firman Allah yang juga berada pada Kekekalan (Kej.1:1), dan Firman itu telah
berinkarnasi menjadi manusia dan tinggal diantara kita (Yoh.1:14). Jadi, Sang
Firman itu adalah kunci dari keselamatan yang disediakan oleh Allah bagi
manusia.[17]
Dalam prolog injilnya (Yoh. 1:1-18),
Yohanes menyatakan bahwa Yesus Kristus identic dengan Firman kekal yang
menjadikan segala sesuatu, yang bersama-sama
dengan Allah dan yang adalah Allah. Yesus adalah Firman yang menjadi
manusia. Tidak satu pun yang
terjadi terlepas dari Firman itu. Firman itu, yang ada “pada mulanya”
(perhatikan alusi kepada Kej.1:1), ada “bersama-sama dengan
Allah” (diarahkan kepada
Allah) dan sesungguhnya
“adalah Allah.” Yohanes menunjuk kepada kesatuan, kesetaraan, dan distingsi
Firman (logos) dan Allah (Theos). Ia kemudian menekankan bahwa Firman adalah Pencipta
segala sesuatu (ay.3-4), dan bahwa Ia menjadi manusia (ay.14). Dan sebagai
pengikat semua ini, Ia adalah Anak Tunggal Allah (ay.18).[18]
Dia adalah utusan Allah yang penuh kuasa,
dengan ketaatannya membuktikan kejahatan Iblis dan mengalahkan Iblis, dihormati
oleh Allah dan seluruh malikat-Nya, dan
akan menyertai umat yang setia kepada Allah di akhir zaman sampai dosa
dimusnahkan.[19]
Walaupun Yesus dikatakan sebagai utusan
Allah, sebagai Anak Allah, bukan berarti Yesus lebih rendah dari pada Bapa. Berikut
adalah bukti bahwa Yesus tidak lebih rendah dari Bapa, yaitu:
1. Ia
dikatakan ada dalam rupa Allah, yang berarti Ia setara dengan Bapa.
2.
Ia dikatakan telah mengambil rupa
seorang hamba dalam InkarnasiNya.
3.
Ia dibicarakan sebagai Anak, yang
adalah setara dengan Bapa, tetapi dari Bapa, tidak dapat dibagi-bagi dari Bapa
(dalam Keberadaan) tetapi dalam relasi-relasi pribadi ada suatu ordo, dari Bapa
kepada Anak.[20]
Bagi kalangan Agama Islam, mereka menolak
keilahian Yesus dan penyalibanNya
tidak melihat secara khusus siapa Yesus sebenarnya, atau hanya melihat secara
sepintas saja. Padahal, Al-quran dengan jelas memaparkan keunikan Yesus Kritus
sebagai Firman Allah, yang artinya
adalah bagian dari diri Allah,
yaitu yang dikandung
dari Roh Kudus[21], yang adalah roh
Allah itu sendiri, tepatnya pada Qs. 4:171.
D.
ROH KUDUS (Oknum Ketiga Tritunggal)
Karena tidak terlihatnya dan anonimitas
Roh, kehadiranNya umumnya tidak diperhatikan, meskipun mungkin diketahui bahwa
Ia hadir. Perjanjian Baru menggambarkan Roh Kudus aktif pada setiap tahap penebusan, khususnya
dalam kehidupan dan pelayanan Yesus Kristus, dari konsepsi sampai kenaikan.[22]
Terkadang paralelisme puisi Ibrani
mengimplikasikan bahwa Roh Allah sama dengan Yahweh (Maz. 139:7), tetapi ini
menimbulkan pertanyaan, karena bahkan di sini tidak ada petunjuk sedikit pun
bahwa Roh harus dipahami sebagai Pribadi yang berbeda. Sebaliknya, Roh di sini
dipandang sebagai kuasa ilahi atau nafas Allah,[23]
“Aktivitas Allah yang
termanifestasi dan berkuasa di dunia”.[24]
Roh memiliki kesetaraan Bapa dan Anak.
Terlebih lagi, Roh berbagian dalam satu keberadaan Allah. Jadi Roh bukan hanya
setara, tetapi juga berasal dari satu identitas, dengan Bapa dan Anak.[25]
Mengapa Roh Kudus sangat dibutuhkan oleh
manusia untuk memahami rencana Allah yang Kudus dalam Yesus Kristus, alasanya
karena Roh Kudus adalah Roh yang menguduskan,
memberi sukacita dalam
penderitaan, membuka pikiran
orang banyak untuk percaya, memampukan kita untuk
menyembah, dan menyebabkan persatuan dengan Kristus.
Dengan demikian, sungguh nyata bahwa Roh
Kudus adalah “Roh inkarnasi, di dalam Dia dan melalui Dia Firman Allah masuk ke
dalam sejarah”.[26]
E.
KESIMPULAN
Alkitab jelas menyatakan bahwa Allah
hanyalah Bapa, dan Yesus sebagai Tuhan (1Korintus 8:6), sedangkan Roh Kudus
adalah kuasa Allah yang aktif bekerja untuk kebaikan[27] Jika dilihat dari sisi-sisi, maka dari satu sisi, Allah
adalah satu keberadaan, tiga Pribadi yang tidak terbagai-bagi, sementara dari sisi yang
lain, Ia adalah tiga Pribadi, satu keberadaan.[28]
Akibatnya, Allah secara keseluruhan ada dalam setiap Pribadi, dan setiap Pribadi adalah Allah
secara keseluruhan. Serta setiap Pribadi, berkenan dengan esensi, adalah
sepenuhnya, seutuhnya, dan secara identic adalah Allah.[29]
Lindsell juga setuju bahwa Allah adalah
Tritunggal, sehakekat, terdiri dari tiga pribadi, Bapa, Anak, dan Roh Kudus.[30]
Yesus Kristus adalah inkarnasi, Anak Allah yang lahir dari perawan, tanpa dosa,
suci dan penebus sebagai ganti pelanggaran-pelanggaran manusia.[31]
Jika kita amati secara mendalam, maka akan terlihat
dengan jelas persekutuan yang transenden dari keberadaan berpribadi yang adalah apa
adanya Allah di dalam diriNya sendiri.[32]
Kemahaesaan Allah memiliki tiga oknum yang
berbeda namun dalam satu kesatuan. Akhirnya dapat disimpulkan secara sederhana
mengenai hubungan manusia dengan Allah yang Tritunggal tersebut, yaitu bahwa:
1. Allah
Bapa ialah Pribadi di atas kita;
2.
Allah Anak di dalam Yesus Kristus
ialah Pribadi Allah yang hadir bersama kita;
3.
Allah Roh Kudus ialah Pribadi Allah
yang hadir bersama di dalam diri kita.
Sebagai orang Kristen yang percaya bahwa
Allah itu tiga Pribadi, tidak berarti bahwa mempercayai tiga Allah.
Jadi, mengapa orang percaya atau orang
Kristen dapat menerima dan mengerti dengan benar konsep
Allah Tritunggal, alasannya
orang percaya itu karena memperhatikan dengan cermat melalui iman,
orang percaya yakin bahwa Iman adalah kunci untuk memahami Allah yang memiliki
tiga oknum pribadi dalam diriNya, sehingga jika seseorang itu tidak memiliki
iman, maka seseorang itu tidak akan dapat melihat Allah (Ibr.11:6), apalagi
untuk memahamiNya. Iman yang ada pada orang percaya timbul dari pendengaran akan Firman Tuhan (Roma 10:17).
Dengan demikian apakah berarti Allah
itu tidak masuk akal? Tidak, Allah itu melampaui Akal, itu sebabnya Dia
disebut Allah.
[1] DEKER PRIME,
Tanya Jawab tentang Iman Kristen (Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2006)
[2] Jenus
Junimen, TRINITY OF GOD (Yogyakarta:
ANDI Offset, 2015) hal.11-13
[3] Ibid,
Andreas Maurer, ASK YOUR MUSLIM FRIENDS. 141
[4] Louis
Berkhof, Teologi Sistematika, Doktrin Allah (Jakarta: Lembaga
Reformed Injili Indonesia, 1997) hlm.141.
[5] Ibid., Jenus,
TRINITY OF GOD, hlm.21
[6] Yahya
Wijaya, Cui Wantian, Christoph Stückelberger, IMAN DAN NILAI-NILAI KRISTIANI
(Switzerland, Globethics.net China Christian, 2017) hlm. 33
[7] Robert
Crossley, TRITUNGGAL YANG ESA (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih,
2013) hlm. 7
[8] G.C. Van
Niftrik & B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2015) hal.81
[9] Abraham
Park, Pemeliharan Yang Misterius Dan Ajaib, diterjemahkan oleh Youn Doo
Hee (Jakarta: Grasindo dan Yayasan Damai Sejahtera Utama, 2015) hlm.35
[10] Ibid hlm. 9
[11] Penjelasan
Frans Donald, Jemaat Kristen Tauhid bandingkan dengan Samuel Santoso. Yahwe,
El, dan Nama Tuhan dalam buku Berteologi di Tengah Perubahan. (Jakarta: 2007
Komisi Pengkajian Teologi GKI Sinode Wilayah JABAR).
[12] Jerry
MacGregor & Marie Prys, 1001 Fakta Mengejutkan Tentang Allah (Yogyakarta:
ANDI Offset, 2011) hlm. 16
[13] William
Barclay, Pemahaman Alkitab Setiap Hari “Surat-Surat Yohanes dan Surat Yudas”
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995) hlm. 164
[14] John M.
Frame, Doktrin Pengetahuan Tentang Allah 1 (Malang: Literatur SAAT,
2004) hlm.39
[15] Robert
Letham, ALLAH TRINITAS (Surabaya: Momentum, 2011) hlm.57
[16] Emil
Brunner, Relevasion and Reason, translated by Olive Wyon (Philadelphia:
The Westminster Press, n.d.) hlm. 135
[17] Ibid., Abraham
Park, Pemeliharan Yang Misterius Dan Ajaib, hlm.24
[18] Wainwright, The
Trinity in the New Testament (London: SPCK, 1963) hal. 130-54
[19] Tjahjadi
Nugroho, Keluarga Besar Umat Allah, Sadar Publications, Semarang, 2005, hlm.
139-140
[20] Augustinus, The
Works of Saint Augustine: A Translation for the 21st Century: The Trinity. Terj.
Edmund Hill. Ed. J. E. Rotelle. Hyde Park, N.Y.: New City Press, 1991, 2.1.2-3
(PL 42:845-47)
[21] Ibid., Robert
Letham, ALLAH TRINITAS. hlm. 59
[22] Donald
Guthrie, New Testament Theology (Leicester: Inter-Varsity Press, 1981)
[23] Wainwright, The
Trinity in the New Testament, hal. 30
[24] O’Collins, The
Tripersonal God: Understanding and Interpreting the Trinity (London:
Geoffrey Chapmen, 1999) hal. 32
[25] Ibid., Robert
Letham, ALLAH TRINITAS. hlm.63
[26] Bobrinskoy, The
Mystery of the Trinity: Trinitarian Experience and Vision in the Biblical and
Patristic Tradition. Terj. A. P. Gythiel
[27] Kristen
Unitarian Indonesia/facebook
[28] Thomas F.
Torrance, The Christian Doctrine of God: One Being, Three Persons (Edinburgh:
T & T Clark, 1996) hlm.112-67, untuk suatu eksposisi yang dikembangkan dari
poin ini.
[29] Ibid., Robert
Letham, ALLAH TRINITAS. hlm.185 & 201
[30] Harold
Lindsell, The Bible in the Balance (Grand Rapids: Zondervan, 1976)
[31] Ibid., Lindsell,
The Bible in The Belance, hlm. 206
[32] Ibid., Thomas
F. Torrance, Christian Doctrine of God: One Being, three Persons, hlm.
62
0 Komentar