Sebagai orang percaya, bagaimana sikap kita yang benar
dalam mengelola uang? Dalam Pengkhotbah 7:12, dalam hal ini ternyata hikmatlah
yang memberikan pengertian yang benar dalam mengelola uang, dan beruntunglah
orang yang memiliki hikmat tersebut. Memang pada dasarnya dalam melakukan
berbagai hal, kita membutuhkan uang. Ini merupakan hal yang serius dalam
menyikapi uang, inilah yang Allah tunjukkan kepada kita. Dalam Pengkhotbah 5:9,
seorang Salomo yang memiliki banyak harta melihat sikap yang salah terhadap
uang, yaitu bahwa siapa yang MENCINTAI UANG tidak akan pernah puas dengan uang,
dan siapa mencintai kekayaan tidak akan
puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia. Dalam hal ini, kita harus mengerti
perbedaan “mencintai” dengan “membutuhkan”, yang disoroti oleh Salomo adalah
bukan orang yang membutuhkan uang, melainkan yang mencintai uang. Jika hal ini
tidak disikapi dengan hikmat maka akan terjadi permasalah karena uang. Paulus
juga dalam 1 Timotius 6:30, menekankan kepada Timotius untuk berhati-hati
karena mencintai uang dapat menimbulkan kejahatan karena uang. Dikatakan bahwa
karena akar segala kejahatan ialah CINTA UANG, sebab oleh memburu uanglah,
beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai
duka.
Ternyata tidak berhenti disitu, jika terus dibiarkan
sikap yang salah terhadap uang, maka akan ada orang-orang yang menjadi HAMBA
UANG. Alkitab sangat melarang hal ini, khususnya dalam Ibrani 13:5, dikatakan
bahwa jangalah kamu menjadi HAMBA UANG dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang
ada padamu. Karena Allah telah berfirman “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan
engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau”. Allah sendiri telah
memberikan jaminan dalam hal kebutuhan akan uang. Kata “HAMBA” memiliki makna
menghambakan diri atau menyerahkan diri terhadap apa yang dicintainya, sehingga
menjadikan apa yang dicintainya tersebut menjadi tuan atasnya. Bukankah sikap
ini termasuk dalam sikap menduakan Allah? Atau dapat disebut juga sebagai
penyembahan berhala, karena “Uang” sendiri telah disamakan dengan Allah.
Sebagai orang percaya hal ini tidaklah boleh terjadi. Karena tidak mungkin
seorang dapat menghambakan diri pada dua tuan, jika kita telah menghambakan
diri pada uang, maka Allah bukanlah lagi tuan atasnya.
0 Komentar