“Studi Eksegesis Perjanjian
Baru terhadap 1 Petrus 2:5 mengenai Imamat Kudus”
Oleh:
YOSUA
S.
Mata Kuliah: Eksegesa
Perjanjian Baru
Dosen: Dr. Edi Sugianto M.Th.
SEKOLAH
TINGGI TEOLOGI TABERNAKEL INDONESIA
(STTIA)
Surabaya,
2020
BAB
1
PENDAHULUAN
Penulis yang adalah seorang mahasiwa
Teologia semester lima yang sedang mengampu matakuliah Eksegesa Perjanjian
Baru, ingin memaparkan bagaimana studi eksegesisnya terhadap 1 Petrus 2:5,
yaitu “…Dan biarlah kamu juga
dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi
suatu imamat kudus, untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena Yesus
Kristus berkenan kepada Allah…”. Dimana penulis akan menunjukkan proses apa
saja yang diperlukan dalam studi eksegesis 1 Petrus 2:5 tersebut. Tentunya
tidak lepas dari tuntunan dan pimpinan Roh Kudus yang adalah pribadi Allah
sendiri, karena Studi eksegesis yang akan dibahas adalah Firman Allah yang
tertulis. Firman Allah yang tertulis adalah wahyu umum yang disediakan bagi
seluruh umat manusia. Hingga pada akhirnya penulis akan menarik kesimpulan atas
tugas eksegesis yang telah dikerjakan. Demikianlah penulis akan memulai studi
eksegesisnya terhadap 1 Petrus 2:5, dimulai dengan mencari latar belakang
masalah teks terlebih dahulu.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Orang-orang yang bersekutu di dalam
Allah disebut sebagai umat Allah. Umat Allah yang merupakan status istimewa
yang diberikan kepada setiap orang yang percaya kepada Allah di dalam Yesus
Kristus. Umat Allah adalah salah satu istilah yang dipakai untuk menunjuk
orang-orang percaya. Dalam Perjanjian Baru ada banyak istilah yang dipakai oleh
para penulis untuk penyebutan status orang-orang percaya. Status ini menandakan
bahwa orang percaya mendapat berkat rohani di dalam Surga.
Melalui para penulis Perjanjian Baru,
istilah-istilah ini disebutkan. Namun bukan berarti bahwa setiap penyebutan
tidak memiliki latar belakangnya masing-masing. Setiap istilah penyebutan yang
dipakai oleh penulis dalam Perjanjian Baru, memiliki latar belakangnya
masing-masing, dengan tujuan sebagai penekanan dari hal yang utama kepada para
pembaca atau kepada orang percaya pada zaman mereka. Terutama jika kitab Perjanjian
Barunya bergenre Surat.
Pada 1 Petrus 2:5 ini juga
disebutkan bahwa status orang percaya adalah sebagai Imamat Kudus. Sebagai
Imamat Kudusnya Allah, orang-orang percaya harus meneladani Kristus sebagai
Imam yang menyediakan dirinya untuk melayani manusia. Orang-orang percaya
adalah umat Allah yang beribadah kepada Allah, sebagai tanda kepemilikan.
Ibadah adalah bentuk tindakan kepada
Allah yang Maha Kuasa sebagai bentuk rasa syukur atas segala hal yang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari. Menurut KBBI Ibadah adalah perbuatan untuk
menyatakan bakti kepada Allah, yang didasari ketaatan karena telah mengerjakan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Dalam
kehidupan beribadah, imam-imam memegang peranan yang sangat sentral dalam
pelayanan bagi Tuhan. Pada Perjanjian Lama terlihat jelas bahwa Imam-Imam
merupakan sekelompok orang yang dipercaya oleh Allah untuk mewakili
orang-orangNya Allah atau jemaat Allah dalam beribadah kepada diriNya, termasuk
juga di dalamnya mempersembahkan persembahan kepada Allah. Imam Besar memegang
jabatan tertinggi dalam agama Yahudi yang berkaitan erat dengan ibadah Israel.
Biasanya peranan sentral ini telihat jelas ketika Imam Besar mempersembahkan
kurban tahunan di Bait Suci. Imam-imam merupakan suatu hal yang menarik untuk
dibahas. Imam-Imam juga bertugas sebagai saluran berkat yang berasal dari Allah
menuju kepada umat-Nya. Perbedaan imam besar dan imam-imam akan dibahas secara
lengkap di dalam makalah ini. Namun, apakah pengertian mengenai Imam-Imam yang
benar menurut Perjanjian Lama? Dan bagaimanakah peranan, syarat-syarat
Imam-Imam dalam Perjanjian Lama? Inilah bagian penting yang harus dibahas
terlebih dahulu, yang berkaitan dengan Imamat Kudus pada perjanjian baru,
tepatnya pada 1 Petrus 2:5.
Sebagaimana
imam pada PL yang berhubungan langsung dengan TUHAN Allah, begitu juga dengan
Imam pada PB yang berhubungan langsung dengan Kristus yang adalah Tuhan
sekaligus Imam Besar Agung.
Setelah
mempertanyakan pengertian, peranan, dan syarat-syarat imam-imam dalam
Perjanjian Lama, selanjutnya kita harus mengetahui perbedaan imam-imam yang
berada di dalam lingkup bangsa Israel dengan imam-imam yang berada di luar
lingkup bangsa Israel.
MASALAH-MASALAH
PROBLEMATIK
Pada bagian ini, penulis yang telah
melakukan penelitian Eksegesis terhadap 1 Petrus 2:5 tidak menemukan
masalah-masalah problematic terkait dengan teks.
TOPIK-TOPIK
PADA TEKS
·
Imamat Kudus
·
Imamat Tidak Kudus
·
Imam-Imam PL
·
Persembahan PL
·
Pembangunan Rumah Jasmani
·
Pembangunan Rumah Rohani
·
Persembahan Yang berkenan kepada Allah
·
Persembahan Yang Tidak Berkenan
·
Pekerjaan Imam-Imam PL
BAB II
LANDASAN TEORI
Allah ingin kiat sebagai Umat
Kudus-Nya, yaitu agar mempersemhkan diri kita ebagai kurban yang rohani dan
hidup setiap hari dengan mengesampingkan keinginan2 kita sendiri dan mengikuti
Dia, dengan menggunakan semua tenaga an kemampuan kita untuk DIa dan mempercayakan
DIa untuk membimbing kita. [1]
IMAM-IMAM SECARA UMUM
Dalam agama apapun, seorang yang
disebut sebagai Imam menjadi semacam “perantara” antara manusia dengan Allah
(atau dewa-dewi). Imam dari berbagai agama juga disebutkan dalam Alkitab. Pada
orang Israel mula-mula, Harun adalah Imam besar Israel yang pertama, dan
pakaian Imamnya diuraikan dalam Kel. 28-29 dan Imamat 8. Keimaman Israel
dihubungkan dengan orang Lewi, suku dari Musa dan Harun. Di Kemah Suci, dan
kemudian di bait Allah di Yerusalem, seorang Imam bertugas membuat korban dan
mewakili rakyat, mengakui dosa dan oleh sebab itu mendamaikan kembali Allah
dengan umat-Nya. Dalam Perjanjian Baru, kebanyakan para Imam merupakan petugas
keagamaan tanpa kerohanian yang dalam, dan merekalah yang berusaha menyalibkan
Yesus. Orang-orang Kristen mulai percaya bahwa Yesus bukan korban terakhir bagi
dosa manusia saja (“Anak Domba Allah”), tetapi juga adalah Imam Tertinggi, yang
memperbaiki hubungan manusia dengan Allah. Surat Ibrani menyatakan tema ini dengan
jelas (Ibr. 7-10). Sistem kurban yang lama dan imam-imam tidak lagi diperlukan.
Setelah Bait Suci Yahudi dihancurkan oleh bangsa Romawi pada tahun 70, keimaman
Yahudi berakhir.[2]
INSTITUSI IMAMAT DALAM PL
Konsep imamat dalam perjanjian Lama sebenarnya
telah ada sebelum pembentukan bangsa Israel, bahkan dari bangsa-bangsa kafir.
Imam yang pertama disebut dalam Alkitab ialah pada Kejadian 14:18 yaitu
Melkisedek yang pada saat itu memberkati Abram. Kemudian muncul juga keimamatan
dari tanah Mesir, tepatnya pada sejarah Yusuf (Kej. 41:45 dan 50; 46:20). Semua
imam-imam yang melayani tersebut mendapat tunjangan atas tanggung jawab
pelayanan mereka. Dari Midian juga muncul seorang imam yang bernama Yitro (Kel.
2:16). Dengan demikian keimamatan bukanlah suatu hal yang baru dalam sejarah
bangsa Israel. Bagi orang Yahudi sendiri, “kesadaran akan pentingnya fungsi
kultus dari imamat untuk mempersembahkan kurban kepada Allah atas ama seluruh
umat manusia muncul terutama selama dan sesudah masa pembuangan bangsa Israel
sendiri.” [3] Imam diluar luar Israel,
atau juga disebut sebagai “Imammat Berhala”, dalam artinya masih kurang jelas,
namun istilah ini disebutkan sebagai istilah untuk merendahkan. Hal ini hanya
memberi kesan bahwa agama palsu yang dianut oleh para imam itulah berasal dari
Siria.[4]
PANGGILAN MENJADI IMAM
Panggilan bagi seorang Imam pada
Perjanjian Lama ialah khusus, yaitu hanya kepada suku Lewi. Begitu juga
Panggilan sebagai seorang Imam pada Perjanjian Baru. Bedanya ialah jika pada
Perjanjian Lama, tertuju pada suatu kelompok berbeda dengan Perjanjian Baru,
lebih bersifat perseorangan. Panggilan ini khusus dari Allah sendiri, sebagai
pusat pelayanan Keimamatan.
JENIS-JENIS PERSEMBAHAN
IMAMAT DALAM PL [5]
1.
Kurban Bakaran
Ini merupakan kurban yang pertama
kali disebutkan dalam Alkitab (Imamat 1:1-17; 6:9-13). Kurban yang berbau harum
menandakan persembahan sukarela. Dalam kitab Imamat, imam-imam tiap-tiap pagi
harus menaruh kayu di atas mezbah, mengatur kurban bakaran di atasnya dan
membakar segala lemak kurban keselamatan di atasnya. Persembahan ini juga
disebut sebagai kurban api-apian yang baunya menyenangkan bagi Tuhan (Imamat
1:9 dan 13).
Sifat dari persembahan ini ialah
sesuai dengan kemampuan masing-masing orang. Apabilah sang pemberi pemberi
persembahan memiliki kedudukaan tinggi, haruslah mempersembahan dari kawanan lembu sapi. Jika berasal dari
kaum miskin, pemberi persembahan dapat mempersembahkan kurban dari kawanan burung. Jenis-jenis persembahan
tersebut, mulai dari yang terendah yaitu burung merapi, burung tekukur,
kambing, lembu, dan domba. Setiap persembahan binatang yang dipilih haruslah
dari peliharaan umat sendiri, seekor hewan yang jinak dan makan
tumbuh-tumbuhan. Binatang tersebut haruslah juga tanpa cela sebab untuk
menunjuk pada Dia yang dituju ialah tanpa dosa.
Tugas dari sang pemberi persembahan
ialah dengan sukarela membawa binatang yang akan dipersembahkan ke pintu Kemah
Pertemuan, supaya Tuhan berkenan akan dia (Imamat 1:3). Pada saat berada di
pintu Kemah Pertemuan, sang pemberi persembahan harus menumpangkan tangannya
dengan kuat atas kepada binatang kurban yang masih hidup tersebut, sebagaimana
orang menekankan ibu jarinya untuk memeteraikan suatu dokumen dengan sidik
jarinya.
Tugas Imam pada saat itu di depan
pintu Kemah Pertemuan khususnya pada kitab Imamat, ialah:
·
Menyiramkan darah sekeliling mezbah
·
Menguliti kurban bakaran
·
Memotong-motong kurban bakaran
·
Menaruh api di atas mezbah dan menyusun
kayu di atas api itu
·
Membasuh isi perut dan betis kurban
bakaran
·
Membakar seluruh kurban bakaran di atas
mezbah
·
Memulas kepada burung untuk kurban bakaran
·
Membuang tembolok dan bulu burung untuk
kurban bakaran
·
Mengenakan pakaian lenan
·
Membawa abu kurban bakaran ke luar
perkemahan.
2.
Kurban Sajian
Pada
kurban sajian, apabila seorang hendak mempersembahkan kurban sajian, hendaklah
persembahannya berupa tepung yang terbaik dengan menuangkan minyak serta
membubuhkan kemenyan di atasnya. Lalu harus dibawa kepada anak-anak Imam Harun.
Kemudian imam-imam tersebut haruslah membakar semuanya itu di atas mezbah
sebagai bagian ingat-ingatan serta korban api-apian yang baunya menyenangkan
bagi TUHAN. Kurban yang selebihnya adalah untuk Harun serta anak-anaknya. Jenis
dari perembahan ini diantaranya berupa roti bundar tidak beragi, roti tipis
tidak beragi, kurban panggangan. Jika ingin mempersembahkan dari hulu hasil
kepada Tuhan, haruslah mempersembahkan bulir gandum yang dipanggang diatas api,
emping gandum baru.
3.
Kurban Penghapus Dosa
Jikalau jemaah berbuat dosa dengan
tidak sengaja, dan Jemaah tersebut tidak menyadarinya, sehingga mereka
melakukan salah satu hal yang dilarang oleh TUHAN, dan mereka bersalah
dihadapanNya, haruslah Jemaah mempersembahkan seekor lembu jantan yang muda
sebagai korban penghapus dosa. Lembu korban persembahan itu harus dibawa mereka
ke depan Kemah Pertemuan. Lalu pada tua-tua umat itu sendiri harus meletakkan
tangan mereka di atas kepala lembu jantang tersebut di hadapan TUHAN dan lembu
itu harus disembelih di hadapanNya. Imam yang telah diurapi harus membawa
sebagai dari darah lembu itu ke dalam Kemah Pertemuan, lalu mencelupkan jarinya
untuk dipercikkannya tujuh kali di hadapan TUHAN di depan tabir. Kemudian dari
darah itu juga, imam harus membubuhkan sedikit pada tanduk-tanduk mezbah korban
bakaran yang di depan Kemah Pertemuan, dan semua darah selebihnya harus
dicurahkan kepada bagian bawah mezbah korban bakaran. Segala lemak dari kurban
lembu jantan yang tadi, haruslah dikhususkan dan dibakar di atas mezbah. Demikianlah
yang harus diperbuat oleh setiap orang yang berbuat dosa yang tidak disengaja,
baik itu pemuka, imam-imam, ataupun rakyat jelata sesuai dengan perintah Tuhan
mengenai kurban Pengahapus Dosa.
4.
Kurban Penebus Salah
Pada prakteknya, persembahan ini
diterapkan terkait dengan membayar berbagai dosa khusus yang cukup penting
untuk disebutkan oleh Allah, dan dengan demikian penting untuk menuntut
kecermatan kita. Salah satu perbedaan yang dapat kita lihat, yang memberdakannya
dari kurban penghapus dosa ialah bahwa dalam kurban penebus salah selalu
dibutuhkan suatu ganti rugi. Namun kesalahan merupakan tindakan melanggar batas
yang telah ditentukan oleh Allah secara langsung. Termasuk di dalamnya
kepemilikan benda yang tidak semestinya atau penggunaan barang orang lain. Kita
sering menjumpainya pada peringatan-peringatan di lingkungan kita: “Pelanggaran
batas akan dikenakan sangsi.” Jadi, dalam hal ini terdapat batasan yang telah
ditentukan, dan batasan tersebut tidak boleh dilanggar ataupun dilewati. Contoh-contoh
pelanggaran tersebut ialah:
·
Menutupi kebenaran (Im. 5:1)
·
Pencemaran yang najis (Im. 5:2-3)
·
Bersumpah teledor (Im. 5:4)
·
Berubah setia (tidak jujur) dalam sesuatu
hal kudus (Im. 5:15-16)
·
Tak mengetahui (Im. 5:17)
·
Memungkiri sesama dalam hal kepercayaan
(Im. 6:2)
·
Ketidakjujuran dalam hubungan antarsesama
(Im. 6:2)
·
Perampasan atau tindak kekerasan (Im.6:2)
·
Kecurangan (Im.6:2)
·
Menyimpan barang yang telah ditemukan (Im.
6:2-3)
5.
Kurban Keselamatan
Sama seperti kurban-kurban yang
lain, jika dipersembahkan kepada Tuhan, hendaklah dipersembahkan dari kurban
yang tidak bercacat dan bercela. Demikianlah juga mengenai tata cara
mempersembahkannya. Perbedaannya haruslah anak-anak Harun membakarnya di atas mezbah,
yakni di atas korban bakaran yang sedang dibakar di atas api, sebagai korban
api-apian yang baunya menyenangkan bagi Tuhan. “Inilah suatu ketetapan untuk
selamanya bagi kamu turun-temurun di segala tempat kediamanmu: Janganlah
sekali-kali kamu makan lemak dan darah.” (Imamat 3:1-17)
Sekalipun kurban keselamatan atau
kurban persekutuan menempati urutan ketiga dalam pasal-pasal awal Kitab Imamat,
namun dalam penerapannya, kurban ini menempati urutan terakhir sebab
keselamatan atau pendamaian kita terima sebagai buah pemenuhan segala
persyaratan Allah.
Dr. J.A. Seiss menekankan bahwa
“dalam bahasa Alkitab, kata damai memiliki
makna yang berbeda dengan penerapan umumnya. Bagi sebagai besar orang, damai menandakan berhentinya pertikaian,
kesepakatan yang harmonis, ketenangan, dan tiadanya gangguan. Namun dalam Kitab
Suci, damai memiliki arti yang lebih
luas. Makna utama kata ini mencakup Kemakmuran,
kesejahteraan, sukacita dan kebahagian.
Dalam bahasa Ibraninya, kata ini meliputi kedua makna diatas” (The Gospel in Leviticus, hlm. 64).
KUDUS
Istilah ini yang adalah qadosy dan qodesy dalam bahasa Ibraninya, dan hagios (Yunani), biasanya diterjemahkan dengan arti ‘suci’. Namun,
terdapat perbedaan
qadosy yang berbarti ‘terpisah’ atau
‘terpotong dari’, yaitu keadaan seseorang atau benda yang dalam keadaan
terlepas.
Hagios mempunyai arti keterpisahan
dan kesucian kepada Allah. atau yang mengandung arti hubungan yang benar dengan
Allah.[6]
KONSEP IMAMAT DALAM PL
1. IMAM
ISRAEL
Agama-agama
orang Kanaan meliputi juga “Kurban pendamaian” dan kurban secara “menyeluruh”
atau kurban “bakaran” yang mirip dengan kurban-kurban yang biasa dipersembahkan
oleh orang Israel.[7]
Dalam
Perjanjian Lama Para Imam adalah perantara antara umat dan Allahnya yang
berkuasa. Fungsi utamanya adalah membawakan kurban-kurban dengan tugas tambahan
mengajarkan hukum Taurat [8]
Imam besar harus memelihara standar
kekudusan yang lebih tinggi dibanding orang-orang lain. Ia tidak boleh najis
secara keagamaan, sekalipun pada waktu kematian ayah dan ibunya, dan perempuan
yang dinikahinya haruslah seorang perawan (Im.21:11,13) sesuai dengan martabat
dan kehormatan jabatannya, imam besar harus memakai seperangkat pakaian khusus
yang indah. Salah satunya ialah baju Efod, yaitu semacam celemek yang terbuat
dari lenan, juga benang ungu tua, ungu muda, dan kirmizi serta benang emas
(Kel.39:2-5). Pada tutup bahunya terpasang dua permata krisopras yang dililit
dengan ikat emas dengan nama anak ke-6 Yakub diukirkan pada masing-masing
permata itu. Terbentuk sebuah kantong yang sejengkal panjang dan sejengkal
lebarnya yang ditatah dengan 12 permata, yang juga mewakili kedua belas suku
Israel (Kel. 28:15, 21). Tutup dada pernyataan keputusan itu berisi Urim dan
Tumim yang misterius, yaitu semcam dadu yang digunakan untuk menentukan
kehendak Allah (Kel. 28:30). Urim dan Tumim yang berisi “terang dan
kesempurnaan” atau “kutuk dan kesempurnaan” dapat memberikan jawaban positif
atau negatif terhadap suatu pernyataan[9]
Petugas Bait Suci dapat dibagi menjadi dua, kaum imam dan kaum Lewi Para imam dapat dibagi
menjadi dua kelompok, yakni kelompok atas dan kelompok bawah Imam-imam
yang tergolong kelompok bawah seringkali termasuk kaum miskin, bahkan melarat,
sedangkan Imam kalangan atas termasuk di dalamnya orang-orang dari
golongan Aristokrat. Imam yang termasuk
golongan atas adalah Imam Besar dan imam-imam kepala, yang merupakan mantan
imam-imam besar, atau dari anggota-anggota keluarga imam yang dari situ Imam Besar
dipilih[10]
Penyembahan atau ibadah tidak
dibatasi pada para imam dan orang Lewi, melainkan merupakan bagian yang
integral dari kehidupan semua orang Israel[11]
2. IMAM
DI LUAR ISRAEL
Keagamaan atau cara memuja dan
penyembahan para bangsa tetangga adalah politeistis, musyrik dan sering sangat
asusila. Penyembahan kepada dewa-dewi juga mengantarkan unsur hawa nafsu ke
dalam upacara-upacaranya (pesta pora risau dan pelacuran keagamaan), seperti
dosa yang dilakukan oleh orang Sitim (Bil. 25), yang merusak umat, bukan
mengangkatnya dan bertentangan dnegan butir-butir hukum Musa[12] sedangkan proses
keagamaan orang Israel adalah monoteistis, rohani dan etis.
Jika dilihat secara Sintetikal, ada
banyak persamaan yang terlihat antara Imam-Imam bangsa Israel dengan Imam-Imam
diluar Israel. Namun, inilah yang membedakan kedubagian imam-imam tersebut,
yaitu terdapat perbedaan-perbedaan didalam jabatan keimaman dan bentuk upacara
agama bangsa tetangga dengan bangsa Israel, seperti berikut:
Ø Gagasan
wahyu ilahi dan teofani secara langsung;
Ø Konsep
monotiesme yang ketat;
Ø Pemahaman
mengenai pengaruh dari dosa manusia;
Ø Sifat
etis dan moral yang tinggi dari agama Ibrani yang berlawaan dengan pemujaan
dewa-dewi kesuburan dari bangsa Kanaan;
Ø Hakikat
yang kudus serta benar dari Yahweh dibandingkan dengan kelakuan yang
berubah-ubah dari ilah-ilah kafir; dan
Ø Agama
Timur Dekat Kuno kebanyakan mempraktikan kurban manusia.
Orang-orang
Kanaan mempunyai suatu panteon yang luas, yang dikepalai oleh El. Dalam praktik
yang lebih penting ialah Baal ('tuhan'), yakni Hadad, dewa angin taufan (*BAAL)
dan Dagon, dengan kuil-kuil di Ugarit dan di tempat lain (*DAGON). Dewi-dewi
Asyera, Astarte (*ASYTORET) dan Anat -- seperti Baal -- mempunyai kepribadian
yg banyak macamnya dan watak-watak yg garang. Mereka merupakan dewi-dewi seks
dan perang (*ASYERA; *ASYTORET). Kotar dan Hasis ialah dewa kecerdasan, dan
dewa-dewa lain yg lebih rendah ada berlimpah-limpah
KONSEP IMAMAT DALAM PB
KEKHUSUSAN
IMAM-IMAM
Ø Anak-anaknya yang kawin dengan orang
asing tidak boleh makan dari bagian Imam;
Ø Dilarang makan persembahan yang
kudus pada waktu ia tidak tahir;
Ø Dilarang menajiskan diri dari
makanan bangkai atau sisa mangsa binatang buas;
Ø Dilarang menajiskan diri dengan
orang mati kecuali kalau kerabatnya yang terdekat;
Ø Dilarang melakukan tugasnya ketika
sedang dalam keadaan najis;
Ø Dilarang menikah dengan seorang
perempuan yang diceraikan oleh suaminya atau dengan seorang perempuan sundal;
Ø Dilarang minum anggur pada waktu
melakukan tugas;
Ø Jabatan tidak menghapus dosa, dll.
JABATAN
IMAM ISRAEL
Ø Harun
bin Amram adalah Imam Besar pertama, dipilih dan menjabat selama bangsa Israel
berjalan dari tanah Mesir ke tanah Kanaan (Keluaran 28)
Ø Urutan
silsilah Imam Besar dari Harun adalah sebagai berikut: Eleazar, Pinehas,
Abisua, Buki, Uzi, Zerahya, Merayot, Amarya, Ahitub, Zadok, Ahimaas, Azarya, Yohanan, Azarya (1 tawrikh
6:4-9)
Ø Azarya
bin Yohanan memegang jabatan imam di Bait Suci yang didirikan Salomo di
Yerusalem (1Twarikh 6:10)
Ø Urutan
silsilah Imam Besar dari Azarya bin Yohanan: Amarya, Ahitub, Zadok,
Salum, Hilkia,
Azarya, Seraya, Yozadak (1 tawarikh 6:11)
Ø Yozadak
bin Seraya turut diangkut ketika TUHAN membiarkan orang Yehuda dan Yerusalem
diangkut ke dalam pembuangan oleh Nebukadnezar (1 tawarikh 6:15).
TUGAS-TUGAS
PARA IMAM DALAM PL
Setelah melihat bagian yang diatas
tadi, jelas terlihat bahwa tugas-tugas dari keimamatan Israel tidak jauh beda
dengan keimamatan bangsa kafir. Kata “tugas” menurut kamus berupa tindakan yang
wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan; dengan kata lain sebagai
pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang; atau pekerjaan yang
dibebankan. Tugas yang pertama terlihat adalah tugas Orakel atau meramal (Ul. 33:8), dengan menggunakan Urim dan Tumim yang adalah benda-benda
suci dengan tujuan untuk mendapat keputusan Allah bagi nasib manusia, melalui
jawaba ilahi. (1 Sam. 14:41; 23:9). Tugas kedua, dapat disebut sebagai tugas
mendiaknosis atau memberikan keterangan tentang sebuah penyakit, misalnya
kusta. (Imamat 13). Tugas-tugas tersebut ialah tugas selain dari tugas yang
biasanya pada Bait Suci, dan dan tugas menjamin pelaksanaan pelayanan kurban di
tempat-tempat suci.[13]
Tugas yang pertama-tama dan utama
bagi seorang imam ialah sebagai seorang yang di khususkan untuk menghubungkan
manusia dengan Sang Ilahi dan Sang Ilahi dengan manusia. Tugas ini adalah tugas
mediasi, dimana seorang Imam mengajak umat untuk hidup dalam suatu relasi yang
baik dengan Allah. Pegkhususan ini dimulai dengan tahbisan sebagai tanda
seorang menjadi imam untuk Tuhan (Yeh.28:1;29:1). Tahbisan ini pada orang
Israel biasanya dilaksanakan dengan cara menuangkan minyak urapan di atas
kepalanya. Setelah diurapi, seorang Imam tersebut janganlah membiarkan
rambutnya terurai, jangan mencabik pakaiannya, jangan dekat dengan mayat,
walaupun mayat ayah dan ibunya, karena hal itu adalah najis. Dengan
peraturan-peraturan tersebut, Imam benar-benar dipisahkan dari umat. Begitu
juga dengan Imam besar, dipilih untuk terpisah, dan berada pada tingkat yang
lebih tinggi.[14]
Berikut adalah kumpulan tugas-tugas Keimamatan yang terdapat pada Perjanjian
Lama, yaitu:
·
Melakukan
pengawasan tempat kudus (Bil 18:1,5,7);
§ Meletakkan dan memindahkan roti
sajian (Im 24:5-9);
§ Membakar ukupan (Kel 30:7,8; Luk 1:9);
§ Memberi semangat kepada orang yang
maju berperang (Ul 20:1-4);
§ Memelihara api suci di mezbah supaya
tidak padam (Im 6:12,13);
§ Memberkati orang-orang (Bil 6:23-27);
§ Mempersembahkan hasil tuaian pertama
(Im 23:10,11; Ul 26:3,4);
§ Mempersembahkan korban (Im 1:1-6:30; 2Taw 29:34; 35:11);
§ Memutuskan perkara cemburu (Bil 5:14,15);
§ Memutuskan perkara kusta (Im 13:2-59; 14:34-35);
§ Memutuskan perkara perselisihan (Ul 17:8-13; 21:5);
§ Mengajarkan hukum-hukum (Ul 33:8,10; Mal 2:7);
§ Mengangkat tabut perjanjian (Yos 3:5,17; 6:12);
§ Menilai barang-barang yang
dipersembahkan (Im 27:8);
§ Menyalakan lampu di ruang kudus (Kel 27:20,21; Im 24:2-4);
§ Meniup nafiri pada waktu-waktu
tertentu (Bil 10:1-10; Yos 6:4,5);
§ Menyucikan orang yang najis (Im 15:30,31);
§ Sebelum berangkat menudungi
barang-barang Kemah Suci (Bil 4:5-15).
SYARAT-SYARAT
SEBAGAI IMAM
a) Dikuduskan oleh Allah untuk jabatan
(Kel 29:44).
b) Harus tinggal di dalam kemah tujuh
hari lamanya setelah ia ditahbiskan (Im 8:33-36)
c) Orang yang cacat badannya tidak
boleh ditahbiskan menjadi Imam (Im 21:17-23)
d) Harus membuktikan keturunannya
sebelum menjabat sebagai Imam (Ezr 2:62; Neh 7:64)
e) Hanya keturunan Harun yang terpilih
menjadi Imam Besar (Bil 3:10; 16:40; 18:7)
f) Mengikuti upacara Pentahbisan:
·
Diurapi
dengan minyak (Kel 30:30; 40:13)
·
Dikuduskan
dengan darah domba jantan yang dipersembahkan (Kel 29:20,21; Im 8:23,24)
·
Makan
dari persembahan pentahbisan (Kel 29:31-33; Im 8:31,32)
·
Membasuh
dengan air (Kel 29:4; Im 8:6)
·
Mempersembahkan
korban-korban (Kel 29:10-19; Im 8:14-23)
·
Menaruh
persembahan unjukan ke atas telapak tangan Imam (Kel 29:22-24; Im 8:25-27)
·
Mengenakan
kemeja-kemeja yang kudus (Kel 29:8,9; 40:14; Im 8:13)
BERBAGAI
PENAFSIRAN SURAT 1 PETRUS 2:5 bvcsdeabf
·
WYCLIFFE
Pada ayat ini, dikatakan bahwa “…Biarlah kamu dipergunakan sebagai batu
hidup..”. Disini Petrus mengemukakan kesamaan orang percaya dengan Kristus.
Kata-kata yang sama untuk Tuhan dipakai untuk orang-orang percaya. Nats ini
juga dengan jelas mengingatkan kita akan perkataan Yesus kepada Petrus, bahwa “Engkau
Simon anak Yohanes, engakau akan dinamakan Petrus (yang artinya: Batu Karang,
Yoh. 1:42) dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku” (Mat.
16:18). Perhatikanlah bahwa bagian ini Petrus menonjolkan Yesus, bukan dirinya
di dalam bangunan kudus yang adalah gereja. Inilah yang menjadi dasar Pelayanan
imamat Kudus untuk mempersembahkan persembahan rohani, yang karena Yesus
Kristus berkenan kepada Allah, yaitu bahwa pengorbanan yang telah Yesus perbuat
telah membuka jalan ke tempat Yang Maha Kudus bagi semua orang percaya, yang
dahulu pada zaman Harun tidaklah boleh. Dan sebagai kurban yang menggantikan
kurban-kurban orang Yahudi. Dengan demikianlah melalui Yesus Kristus seorang
yang tadinya berdosa, sekarang dapat mempersembahkan sebuah kurban yang dapat
diterima oleh Allah yang Kudus. (bdk. Rom. 12:1,2). Semua bagian ini dituliskan
Petrus dengan didahului penekanan bahwa orang percaya adalah orang-orang yang
dipilih sesuai dengan rencana Allah serta dikhususkan oleh Dia yang perkenanan-Nya
adalah yang utama. Sebagaimana dikemukankan juga di bagian lain dari Perjanjian
Baru, doktrin pemilihan ini dibuat sesuai dengan tanggung jawab pribadi,
sebagaimana dimungkinkan melalui penetapan Allah sejak semula (Rom. 8:29), dan
yang tampak beroperasi dalam kehidupan nyata melalui kekudusan yang
dianugerahkan. Hasilnya ialah taat kepada Allah dan penyucian dari pencemaran
insidentil melalui percikan darah Yesus Kristus secara berkesinambungan
(Ibr.12:24). [15]
·
MENGGALI ISI ALKITAB [16]
Bagian ini menggambarkan pertalian
kita orang Kristen dengan Kristus yang disebut sebagai “BATU HIDUP”. Penegasan
ini dikatakan oleh Petrus menyangkut perihal iman dan hidup Kristen, yaitu:
(1)
Hidup yang penuh pengharapan (1:3),
(2)
Firman Yang Hidup (1:23),
(3)
Batu yang hidup (2:4)
Ketiga penegasan ini, dimana “batu
yang hidup” menghubungkan ketiganya. Hubungan ketigas hal ini hanya ditemukan
di dalam Kristus Yesus sebagai pokok yang utama dari seluruh kehidupan orang
Kristen. Hidup yang penuh pengharapan dijamin oleh “Firman yang hidup” dan
“batu yang hidup”. Hingga maut pun tidak dapat merusaknya ataupun
membinasakannya. Inilah jaminan yang kekal dalam Kritus Yesus.
·
THE NEW BIBLE COMMENTARY [17]
Pertumbuhan kekristenan dapat
dilihat baik dari segi persekutuan maupun segi perseorangan. Sekarang pada
ayat, Petrus mengerahkan perhatiannya kepada persekutuan. Pemikiran yang
dilahirkan begitu mengharuskan Pertrus sehinggan ia mencampurkan
gambaran-gambaran yang dihadapkannya, namun jalan pemikirannya cukup sudah
dimengerti. Dalam persekutuan yang tetap teguh dengan Kristus, yaitu batu yang
hidup, hendaklah orang Kristen diharapkan akan menjadi batu hidup pula, yaitu
sama seperti Kristus. Fungsi batu yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah untuk
disimpan menyendiri melainkan haruslah dihubungkan satu dengan yang lain dengan
begitu rupa hingga membentuk suatu bangunan, yaitu persekutuan tubuh Kristus,
dimana orang Kristus bertumbuh dan dibangun bersama-sama di dalam Kristus.
Bangunan ini hendaklah bukan seperti bangunan yang biasanya, yang hanya
bersidat pasif, melainkan sama seperti Bait Allah. yaitu dimana orang-orang
yang berada di dalamnya berbakti bersama-sama. Ini merupakan segi kegiatan yang
aktif yang harus ada dalam kehidupan keluarga Kristen.
KESIMPULAN
BERBAGAI TAFSIRAN
Kesimpulan yang ditentukan oleh
penulis setelah membandingkan beberapa penafsiran adalah sebagai berikut, yaitu
bahwa orang-orang percaya yang telah ditentukan Allah sejak semula dapat
dilihat kesamaannya dengan Kristus, syaratnya ialah terlebih dahulu dengan
membuang segala kejahatan dari kehidupan mereka. Petrus menasehati orang-orang
percaya tersebut agar selalu rindu akan makanan rohani yang membawa kepada
keselamatan, dengan yang mengumpamakannya seperti bayi yang baru lahir, yang
rindu selalu ingin akan air susu yang murni dan yang rohani. Dengan demikianlah
orang-orang percaya yang telah mengecap kebaikan Tuhan, menyediakan hidupnya
sebagai batu hidup untuk pembangunan rumah Allah secara rohani, yaitu
gereja-Nya. Tujuanya ialah bagi imamat kudus, atau orang-orang yang hidupnya
dikhususkan untuk melayani Tuhan dan sesama sebagai perantaraan dalam
mempersembahkan kurban persembahan kepada Allah yang jelas bahwa berkenannya
karena Yesus Kristus sebagai kurban yang sejati yang dari pada Allah langsung.
BERBAGAI
MOTODE PENAFSIRAN ALKITAB
·
HARFIAH
Metode yang memiliki banyak peluang
kesalahan dan kekeliruan yang telah dilakukan karena pada dasarnya penafsiran
ini mencoba mengartikan setiap ayat yang ada di dalam Alkitab secara rohani dan
bukan menerimanya secara harafiah.[18] Metode penafsiran
harafiah beranggapan bahwa kata-kata dalam Alkitab memiliki arti yang nyata,
dan jelas dapat dipercaya sehingga kata-kata itu ditafsirkan dengan
peraturan-peraturan yang sama.[19] Pada sejarahnya saat
bapa-bapa gereja yang menafsirkan Alkitab, metode penafsiran Harfiah dibawah
pengaruh guru-guru Yahudi, Hieronimus yang adalah salah satu bapa-bapa gereja
berbalik dari membuat penafsiran alegori ke respek yang bertambah untuk arti
harfiah dari Kitab Suci.[20]
·
PERUMPAMAAN
Jelas pada metode penafsiran ini,
Alkitab yang digunakan untuk menjelaskan suatu ajaran moral atau kebenaran
rohani, melalui cerita. Cerita-cerita tersebut memiliki beberapa persamaan
dengan ajaran atau kebenaran. Pembaca setuju bahwa sebagai penafsir perlu juga
memperhatikan metode penafsiran perumpamaan, karena pada metode perumpamaan
banyak dipakai pada Perjanjian Baru.[21] Menurut, perkiraan juga
bahwa sepertiga dari pengajaran Yesus disampaikan dalam bentuk perumpamaan.[22]
·
ALEGORIS
Berikut ini adalah salah satu model
tafsir yang popular pada Abad Pertama hingga Abad Pertengahan.[23] Pada masa bapa-bapa
gereja, tepatnya pada Mazhab Antiokhia metode alegori menghadapi oposisi yang
kuat dalam gereja. Marcion dari Pontus, seperti yang kita lihat, menolak metode
itu. Pada awal abad ke-3, seorang uskup Mesir yang bernama Nepos juga menolak
Kaum Alegori, dengan menulis buku Penolakan
Kaum Alegori. [24] Pada gereja-gereja
modern, metode penafsiran ini juga dapat ditemukan, mereka berpendapat bahwa
pada yang Allah katakan melalui penulisan-penulisan Alkitab bukanlah arti yang
sesungguhnya. Dengan demikian, metode pennafsiran ini mencari makna di balik
kata-kata yang tertulis di dalam teks sebagai upaya dalam menyingkapkan pesan
asli dari teks Alkitab.[25]
·
EKSEGESIS
Pada metode ini dalam menafsirkan
Alkitab lebih memperlajari Alkitab itu sendiri sendiri secara sistematis dan
teliti dengan tujuan untuk menemukan arti asli yang dimaksud dari ayat yang
dieksegesis, yaitu sebagai mana penerima yang mula-mula menerimanya dalam
memahami maksud dari kitab itu sendiri.[26] Oleh sebab itu, tepatlah
jikalau metode Eksegesis merupakan suatu penentuan arti dari teks Alkitab dalam
konteks sejarah dan leterernya.[27]
Metode penafsiran Eksegesislah yang
menjadi metode yang dipilih oleh penulis sebagai metode dalam menafsirkan 1
Petrus 2:5, mengenai “Imamat Kudus”.
[2]
Lang J. Stephen, 1001 Hal Yang Selalu
Ingin Anda Ketahui Tentang Alkitab “Tetapi Tidak Pernah Terpikir Untuk
Menanyakannya”, (Jakarta: IMMANUEL, 2004) hal.99-100
[5]
C. W. Slemming, Thus Shalt Thou Serve (USA
dan Surabaya: CLC Publications 1938 dan Yakin 2012) hal. 11
[8]
W.R.F. Browning. Kamus Alkitab- Panduan
dasar ke dalam kitab-kitab, tema tempat, tokoh dan istilah Alkitabiah.
(Jakarta: BPK Gunung Mulia.2007) hal 149
[9]
Bdg. Wenham, Leviticus, hlm. 139-140;
Ronald Youngblood, Exodus, Everyman’s
Bibble Commentary (Chicago: Moody, 1983) hlm. 126-127. Dikutip dari Helbert
Wolf, Pengenalan Pentateukh, (Malang:
Gandum Mas, 2017) hal 225
[12]
Bdg. Tafsiran Alkitab Masa Kini-Kejadian
sampai Ester. (Jakarta: Yayasan Bina Kasih/OMF. 2005) hal 186.
[14]
Albert Vanhoye, Kristus Imam Kita Menurut
Surat Kepada Orang Ibrani, Kanisius, Yogyakarta,
1987, pp. 38-39.
[15]
The Wycliffe Bible Commentary Volume
3 Perjanjian Baru (Malang: Gandum
Mas, 2001) hlm. 995&1000
[20]
Lihat J.Forget, “Jerome (Saint)”, Dictionnarie
de theologie catholique (Paris, 1924) 8: hlm. 962
[21]
Ester Abigail Gulo, Skripsi, Makna Klausa
“Makan daging dan minum darah Anak Manusia” berdasarkan Yohanes 6:53 sebagai
kajian Apologetika terhadap Pandangan Ekaristi (Surabaya: STT Tabernakel
Indonesia, 2019) hlm. 28
[23]
Diane Bergant & Ribert J. Karris, Tafsir
Alkitab Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 2002) hlm. 21
[24]
Robert M. Grant & David Tracy, Sejarah
Singkat Penafsiran Alkitab (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000) hlm. 70
0 Komentar