NABI MUHAMMAD DAN KITAB ULANGAN 18:18

 


BAB I

PENDAHULUAN

1.      LATAR BELAKANG

            Pada tahun-tahun terakhir ini, Perjanijan Lama mulai mendapat pengakuan dari kaum Muslim. Setelah sekian lama mengatakan bahwa Alkitab telah dipalsukan.[1] Kaum Muslim yang adalah pengikut ajaran nabi Muhammad SAW, menyatakan atau mengaku dengan tegas bahwa dalam seluruh nubuat Perjanjian Lama menunjuk pada nabi Muhammad. Namun, karena terjadi perombakan besar-besaran di dalam tubuh Perjanjian Lama, sehingga kita hanya dapat mengenali melalui Nebayot. Kedar, dan Tema (Kej. 25:13-15). Pengakuan ini memuncak pada Ul. 18:18. Inilah ayat yang sangat umum digunakan atau dipakai oleh kaum Muslim sebagai dasar pengakuan bahwa Muhammad telah dinubuatkan sejak Perjanjian Lama.

            Salah satu tokoh muslim yaitu Dr. Zakir Naik, mengaku dengan tegas dan jelas bahwa dalam perjanjian lama, khususnya dalam ulangan 18:18, terdapat nubuatan nabi Muhammad. Orang Kristen sendiri mengaku bahwa nubuatan ini merujuk kepada Yesus Kristus. Zakir Naik mengatakan bahwa nubuatan ini tidak cocok ditujukkan kepada siapapun, kecuali kepada Nabi Muhammad SAW.[2] Pertanyaan yang muncul setelah mendengar pengakuan tersebut, yaitu:

·        Siapakah nabi yang dijanjikan Tuhan melalui Musa pada ulangan 18:18? Apakah nabi Muhammad atau Yesus Kristus sang Mesias?[3]

·        Apakah benar bahwa nubuatan tersebut merujuk kepada Muhammad dengan alasan bahwa Nabi Muhammad memiliki banyak kesamaan dengan Musa?

·        Bagaimana Kitab Ulangan sendiri menjelaskan hal itu sendiri?

·        Bagaimana signifikansinya Teologi Perjanjian Lama bagi studi Teologi? (kalau di perjanjian lama nubuatan  itu tergenapi, firman Allah terbukti tergenapi, nubuatan tersebut bukan nubuatan kepada Muhammad)

 

BAB II

PEMBAHASAN

LATAR BELAKANG PENTINGNYA MEMPELAJARI TPL?

            Perjanjian Lama adalah sekumpulan buku yang dikarang lebih dari dua ribu tahun lalu. Sehingga dapat kita pertanyaan apakah Perjanjian Lama masih perlu dipelajari pada zaman modern ini. Memang mau dilihat dari sudut manapun, Perjanjian Lama adalah sekumpulan kitab yang luar biasa, yang dihasilkan dari sekelompok orang yang luar biasa pula. Bangsa Israel kuno adalah objek yang paling banyak dibicarakan dalam Perjanjian Lama.[4]

            Meneliti Perjanjian Lama berarti terjun ke dalam dunia yang majemuk dan memungkinkan dialog antara saksi-saksi berlainan, namun semuanya memberitakan karya dan Firman Allah dari sudut pandang masing-masing, demikianlah juga dengan Musa, sebagai seorang yang menjadi pemimpin sekaligus perwakilan Allah bagi bangsa Israel kuno. Maka sangatlah penting mengerti latar belakang memperlajari teologi Perjanjian Lama. Bagaimana kita mengetahui apa yang sebenarnya dimaksud Allah kepada kitab melalui Musa, dan apakah teologi yang terkandung didalamnya?         

            Dalam memahami Perjanjian Lama, kita harus mengerti terlebih dahulu dari mana asal teologi Perjanjian Lama. Teologi Perjanjian Lama harus dimulai dari Perjanjian Lama itu sendiri, hal ini nampak pertama-tama dalam hasil penulis-penulis Perjanjian Lama, demikianlah yang dikatakan oleh Smith dalam bukunya yang berjudul Old Testament Theology (Ist History, Method and Message.[5] Edmond Jacob, juga mendukung hal itu dalam bukunya yang berjudul “Within the Old Tertament itself it is alredy possible to speak thology”.

            Dalam memperlajari Perjanjian Lama kita memerlukan asumi terlebih dahulu, diantaranya sejarah eksistensi agama, mutlak, eksistensi, ketuhanan sebagai kebenaran yang utama, kemampuan untuk mengetahui kebenaran ilahi, fakta tentang penyataan, pembatasan penyataan yang efektif terhadap Alkitab, serta pengidentifikasian seluruh Alkitab dengan penyataan. Asumsi inilah yang dibangun dengan benar, berdasarkan Perjanjian Lama itu sendiri. Berdasarkan artinya, teologi Perjanjian Lama ialah suatu teologi yang memiliki tugas sebagai restatement penyataan Allah sehingga bersifat normative. Teologi Perjanjian Lama juga bertugas sebagai penyampaian kembali apa yang para penulis Alkitab yakini atau dianggap benar mengenai Allah.

            Alkitab dimana Ulangan 18:18 berada, tidaklah memiliki banyak arti karena jikalau Alkitab kita memiliki banyak arti, berarti Alkitab itu sendiri tidak ada artinya/tidak berarti. Oleh sebab itu Alkitab hanya memiliki arti tunggal. tetapi makna tunggal inilah yang memiliki implikasi yang beragam. yang banyak adalah implikasi dari makna tunggal tersebut. Sehingga maksud Perjanjian Lama harus dipahami berdasarkan maksud masing-masing pengarangnya agar dapat menangkap arti yang ditempatkan dalam Perjanjian Lama oleh pengarang utamanya yaitu Roh Allah yang berfirman melalui seluruh Kitab Suci serta membuatnya berotoritas bagi umat-Nya.[6] Oleh sebab itu, marilah kita melihat bagaimana maksud Kitab Ulangan sendiri menjelaskan mengenai dirinya sendiri.

KITAB ULANGAN

             Kitab Ulangan adalah bagian ke-5 dari serangkaian Pentateukh. Kitab Ulangan tidaklah memberikan “hukum kedua” seperti yang terkandung dalam namanya, tetapi memberikan rangkuman penting dari sejarah periode di padang gurun dan hal mengatur benda-benda menurut undang-undang. Nama kitab Ulangan sendiri berasal dari kata Yunanai deuteronomion touto di Ulangan 17:18, yang berarti “pemberian hukuam yang kedua.” Kata Ibraninya sendiri memberikan arti yaitu “Salinan Hukum Ini.” Susunan kata-kata Musa yang diucapkan beberapa saat menjelang kematiannya merupakan isi kitab yang berusaha memberikan kepada umat Israel suatu perspektif yang luas mengenai peristiwa-peristiwa dari generasi sebelumnya karena hal ini memberi kesempatan untuk pembaharuan perjanjian.[7]

TUJUAN PENULISAN

            Setiap kitab ditulis pasti memiliki tujuannya masing-masing, demikian juga halnya dengan Kitab Ulangan. Kitab Ulangan ditulis bertujuan untuk merumuskan perjanjian antara Israel dengan Tuhan di Sinai. Musa yang adalah salah seorang pemimpin terbesar yang pernah hidup dalam Kitab Ulangan telah memberikan serangkaian amanat untuk menantang generasi yang baru. Amanat ini agar generasi yang baru mentaati syarat-syarat Perjanjian Sinai dan mengikuti Tuhan dengan segenap hati mereka. Kitab ini juga menyediakan sebuah pemahaman yang lebih luas mengenai perjanjian dan memanggil orang-orang untuk hidup di dalam ketaatan kepada hukum-hukum Allah. Kitab ini adalah dokumen piagam dari perjanjian di Sinai, yang memberikan kepada generasi kedua dari Keluaran sebuah kesempatan untuk membarui perjanjian itu sebagai persiapan untuk memasuki negeri. Dalam hubungannya dengan perjanjian (covenant) di mana janji-janji dibuat untuk para patriakh, Kitab Ulanganlah yang paling menekankan unsur sebuah negeri. Secara lebih khusus, tujuan dari bagian ketetapan-ketetapan adalah untuk mengarahkan semangat dari hukum itu.

            Pesan dalam kitab ini adalah pesan hukum dan pesan perjanjian. Sudah lama pesan ini disamakan oleh orang-orang Yahudi dengan Shema yang terkenal itu (“Dengarlah”) terdapat di dalam pasal Ulangan 6:4-9, tetapi bahkan dengan lebih ringkas lagi dirangkum dalam pasal 10:12-13. Di dalam Kitab Ulangan Tuhan diperkenalkan sebagai raja yang berkuasa dan sebagai seorang pribadi yang penulis perjanjian. Prolog sejarah merekam bagaimana Tuhan sudah membawa kaum Israel keluar dari Mesir, menyatakan diri-Nya di Sinai, dan membawa mereka ke negeri yang sudah dijanjikan-Nya pada Abraham, nenek moyang mereka. Ketetapan-ketetapan memenuhi sebagian besar kitab ini. Dokumen yang paling istimewa dalam kitab Ulangan adalah perintah bahwa ketika umat Israel sampai di negeri perjanjian mereka harus memdirikan batu-batu dan menuliskan hukum Taurat padanya (27:2-3; bdg. Yos. 8:30-32). Pada pasal 31-32 memberikan bagian saksi-saksi. Musa diperintahkan untuk mengubah sebuah nyanyian yang berfungsi sebagai suatu saksi. Oleh karena itu, Kitab Ulangan memasukkan setiap bagian-bagian yang dapat dilihat dari fakta-fakta Timur Dekat Kuno.[8]

            Dengan demikian tujuan dari Kitab Ulangan sendiri ditulis adalah untuk mengingatkan bangsa Israel tentang tanggung jawabnya untuk melaksanakan berbagai aturan hukum dan mematuhi syarat-syarat Perjanjian Sinai


TEOLOGI PERJANJIAN LAMA DALAM ULANGAN 18:18

            Jika berbicara tentang Teologi Perjanjian Lama, ada banyak pokok-pokok penting yang sangat perlu dibahas. Pokok-pokok tersebut jika tidak dibahas secara tepat berdasarkan Perjanjian Lama itu sendiri, baik latar belakangnya, konteksnya, serta tujuanya maka akan menimbulkan kesalahan paham atau kesesatan. Oleh sebab itu, salah satu pokok penting yang ingin saya bahas dalam makalah ini adalah “Apakah nubuat Ulangan 18:18 tertuju kepada Yesus Kristus atau Muhammad?”

            Kata “Seorang Nabi dari tengah-tengahmu…sama seperti aku” merupakan gambaran tentang nabi sama seperti gambaran lain dalam Perjanjian Lama (misalnya: benih perempuan, putra Daud, hamba Tuhan, anak manusia) memiliki makna perseorangan dan “nabi” ini disajikan sebagai duplikat yang sah dari berbagai lembaga tenung dan nubuat di Kanaan (ay. 9-14).[9]

            Jika membahas Ulangan 18:18, kita tidak dapat melepaskannya dari ayat-ayat sebelumnya, artinya bahwa ayat tersebut tidaklah berdiri sendiri. Cairns mengatakan bahwa maksud dari Ulangan 18 sama dengan ayat 15 nya, dimana kata “dari antara saudara-saudaramu” pada ayat 15 ini menegaskan bahwa umat Tuhan tidak boleh memperhatikan sembarangan suara kenabian, hanya nabi yang muncul di tengah-tengah umat Israel sendiri, yakni yang hidup rohaninya berakar dalam penyataan historis yang Tuhan berikan dalam rangka sejarah Israel (bnd. Ul. 17:15). Dengan demikian nabi tersebut tidak tampil sebagai nabi berdasarkan hasrat sendiri, tetapi dia “dibangkitkan…oleh Tuhan” (bnd. Hak. 2:16,18). Sebagaimana bangsa Israel tidak menampilkan diri untuk menjadi umat Tuhan, tetapi dipanggil untuk itu (7:7-8), begitulah pemanggilan perorangan yang dialam si nabi, yaitu suatu pemanggilan khusus di tengah-tengah pemanggilan umum yang dialamatkan kepada bangsanya. [10]

            Sikap Ulangan terhadap nabi-nabi tidak menyebabkan kurangnya kepercayaan terhadap bentuk kepemimpinan ini. Ayat 15-19, mengandaikan berlangsungnya jabatan nabi, tetapi siapa yang berani mengaku sebagai Musa lain (ayat 15?) Teks tidak mengandaikan bahwa banyak nabi yang akan menyebutkan diri demikian. Beberapa panafsiran mengatakan bahwa teks ini memberikan kesaksian adanya kesinambungan antara nabi-nabi dan jabatan “nabi”.[11] Jadi, siapakah sesungguhnya nabi yang dinubuatkan pada Ulangan 18:18?

1.   KETIDAKSAMAAN MUSA DENGAN NABI MUHAMMAD

            Untuk mengetahui siapa yang dijanjikan oleh Allah melalui Musa, maka kita harus terlebih dahulu apa sebenarnya isi janji tersebut secara detail. Marilah kita melihat detail kata-demi kata Ulangan 18:18. Pada ayat 17, kita melihat bahwa apa yang dikatakan “mereka/umat Israel itu baik”. Ini merupakan konteks ayat terdekat, umat Israel tersebut berkata bahwa “mereka menolak mendengar suara Tuhan secara langsung, ataupun juga menolak untuk melihat Tuhan yang datang dalam api karena alasan takut mati. Mereka mau TUHAN berbicara melalui Musa atau orang yang diutus TUHAN. Jadi, karena umat Israel menolak untuk melihat TUHAN dan juga karena Musa telah tua sehingga harus ada penggantinya, maka TUHAN menjanjikan akan datangnya seorang nabi (utusan) yang seperti Musa kepada Israel bukan kepada bangsa lain. Inilah isi janji Allah melalui Musa kepada bangsa Israel, yang pertama adalah bahwa “Seorang nabi akan dibangkitkan bagi mereka (umat Israel). Umat Israel disini sedang dalam perjalanan menuju tanah Kanaan, yaitu sedang berada di padang gurun. Jadi, yang keluar dari Mesir disini semuanya adalah bangsa Israel, tidak ada bangsa lain, atau bangsa arab bahkan di Mesir pun tidak ada di Mesir. Fakta yang kita temukan sampai hari ini adalah bahwa Muhammad sebagai nabi, tidak pernah memberitakan ajaran kepada bangsa Israel, bahkan kitab Al-quran tidak ditulis dalam bahasa Ibrani, bahasanya Ismael pada saat itu, sebagaimana Musa menulis kitabnya dalam bahasa Ibrani. Jadi, inilah faktanya bahwa sampai hari ini Nabi Muhammad tidak pernah memberitakan ajarannya baik kepada bangsa Israel, umat Israel, atau negara Israel, sama sekali tidak ada datanya. Yang kedua adalah bahwa “dari antara saudara mereka”, marilah kita simak ini baik-baik. Siapakah saudara mereka yang dimaksudkan pada ayat ini? Jawabannya adalah keduabelas suku Israel. Saudara ini menunjuk kepada saudara sedarah (bnd. Ul. 17:15). Jika mau menarik kepada Yakub, maka saudara sedarahnya adalah Esau, tetapi pada konteks ini tidak ada suku Esau sebab Esau bukanlah Israel. Jadi, jika mau menarik kepada Yakub, tentu jawabannya adalah Esau karena mereka bersaudara. Selanjutnya, jika ada yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “dari antara saudara mereka” adalah Ismael, maka perlu dipertimbangkan lagi karena di dalam Alkitab Ismail dan keturunannya selalu memiliki makna negatif dalam berhubungan dengan Israel. Dalam Mazmur 120:1-17, yaitu keturunan Ismail yaitu Kedar disebutkan sebagai bangsa yang mulutnya tidak dapat dipercaya, hatinya jahat, bahkan dikatakan bahwa mereka adalah bangsa yang suka berperang, tidak suka perdamaian. Selanjutnya yang perlu dipertimbangkan adalah bahwa dalam Alkitab, Ismael bukanlah pewaris janji Allah kepada Abraham tetapi Ishak dan keturunannyalah. Memang benar bahwa Ismael juga diberkati Tuhan tetapi berkat yang diberikan kepada Ismael bukanlah berkat perjanjian melainkan berkat belaskasihan, bahkan jika melihat sejarah bahwa Ismail diberkati TUHAN melalui keturunan Ishak atau bangsa Israel. Jadi, yang dimaksud oleh “dari antara saudara mereka” ini adalah keduabelas suku Israel. Dari antara duabelas suku inilah akan diangkat oleh TUHAN seorang nabi, itulah yang dimaksud oleh TUHAN. Yang ketiga, kata “seperti Engkau ini” atau seperti Musa. Ini artinya kita harus mempertimbangkan data-data berikut yaitu:

a.      Data pertama mengatakan bahwa Musa adalah bangsa Israel, bahasanya adalah bahasa Ibrani, tulisannya tulisan Israel, sedangkan Muhammad adalah bangsanya dan bahasanya adalah Arab. Berarti dapat dikatakan bahwa Nabi Muhammad bukan seperti Musa?

b.      Data kedua mengatakan bahwa Musa itu sekolah di Mesir, tetapi Nabi Muhammad tidak sekolah.

c.      Data ketiga mengatakan bahwa Musa seorang yang jenius sedangkan Nabi Muhammad buta huruf atau tidak dapat membaca dan ini diakui oleh hampir seluruh umat Muslim, memang inilah kenyataanya yang tidak dapat dipungkiri.

d.      Data keempat mengatakan bahwa Musa itu mengadakan banyak mujizat dalam masa pelayanannya, dan nyata disaksikan manusia. Ada banyak saksi bahwa Musa mengadakan banyak mujizat, bahkan data sejarah mengatakannya demikian sampai hari ini. Bahkan Al-Quran sendiri mengakui bahwa Musa mengadakan mujizat, tetapi nabi Muhammad tidak membuat mujizat dan tidak ada yang disaksikan oleh para pengikutnya. Kalaupun ada diklaim sampai hari ini, tetap berbeda dengan Musa yang dilihat oleh para pengikutnya secara langung.

e.      Data kelima mengatakan bahwa Musa menerima langsung wahyu dari Allah dengan berbicara langsung dengan Allah. Musa bahkan mendapat dua Loh Batu langsung dari Allah, tetapi berbeda dengan nabi Muhammad yang menerima wahyu secara tidak langsung melainkan melalui perantaraan Jibril. Tidak pernah berbicara secara langsung dengan Allah.

f.       Data keenam mengatakan bahwa Musa melihat langsung kemuliaan Tuhan, sedangkan nabi Muhammad tidak pernah melihat secara langsung kemuliaan TUHAN dan tidak ada saksi, Musa memiliki banyak saksi yaitu bangsa Israel yang melihat langsung kemuliaan Tuhan meliputi gunung Sinai.

g.      Data ketujuh mengatakan bahwa Ibadah yang dibawa Musa tidak ada acara lempar setan, melainkan Ibadah yang berpusat pada Tabernakel. Sementara ibadah yang dibawa oleh nabi Muhammad adalah ibadah ritual melempar Jumroh, bahkan pusatnya di Kab’bah, di Mekah.

h.      Data kedelapan mengatakan bahwa peraturan Ibadah yang dibawa Musa ada kurban-kurban pengampunan dosa dan ada hari-hari raya besar, tetapi peraturan Ibadah nabi Muhammad tidak ada peraturan kurban pengampunan dosa dan perayaan ibadahnya pun berbeda.

            Jadi kesimpulan semua ini adalah bahwa klaim Muslim bahwa nabi Muhammad seperti Musa sangatlah bertolak belakang, bahkan sangat jauh berbeda.[12] Jika, mereka memaksakan hal tersebut 

2.     YESUS DAN PERJANJIAN LAMA

            Perjanjian Lama adalah kitab Suci yang dipergunakan oleh Kristus dan murid-murid-Nya.[13] Bagaimana mungkin orang yang telah dinubuatkan sejak Perjanjian Lama tidak menggunakan Perjanjian Lama sebagai dasar pengajarannya? Yesus sendiri berkata “Kamu menyelidiki kitab-kitab Suci …. dan Kitab-kitab Suci itu memberi kesaksian tentang Aku” (Yoh. 5:39). Ini adalah kesaksian yang menyatakan bahwa diri-Nya dan Kitab Suci memiliki keterikatan yang erat, khususnya Perjanjian Lama. Yesus sendiri menyadari bahwa diriNyalah yang telah dinubuatkan pada Perjanjian Lama. Ungkapan ini merupakan kesaksian yang jelas akan ketergantungan-Nya pada otoritas Perjanjian Lama, karena Ia benar-benar menitik tumpukan pengajaran-Nya pada Perjanjian Lama. Dengan demikian, ialah Nabi Besar yang dijanjikan Musa, yang mengajarkan hukum baru dari atas gunung.[14] Hal ini juga tampak dari ungkapan Matius yang selalu mengarahkan perhatiannya pada keterkaitan antara peristiwa-peristiwa Mesianik dan nubutan-nubuatan Perjanjian Lama. Dengan demikian “supaya genaplah apa difirmankan” (misalnya Mat. 1:22; 2:15,17, 23; 4:14; 12:17; 13:35, dan masih banyak lagi). Dalam tulisan Yohanes juga menyiratkan dengan membuat perbandingan antara Musa dan Kristus Yesus (misalnya Yoh. 1:17; 3:14, 5:45-47; 6:32; 7:19).[15]

            Oleh sebab itu, dapat kita simpulkan hubungan erat yang tidak dapat dipisahkan antara Yesus Kristus dengan Perjanjian Lama dalam beberapa bagian ini, yaitu:[16]

·        Yesus mengenal sejarah Perjanjian Lama (mis. Yoh. 3:24; bnd. Bil. 21:4-9)

·        Yesus mendasarkan pengajaran-Nya pada Perjanjian Lama (lihat Mat. 5:7; bnd. Mrk. 11:17)

·        Yesus menggunakan Perjanjian Lama untuk menentang Iblis (lihat Mat. 4:1-11)

·        Yesus menyatakan bahwa nubuat-nubuat Perjanjian Lama digenapi dalam diri-Nya (mis. Luk. 4:16-21; Yoh. 15:25)

            Yesus adalah nabi antitipe yang telah digambarkan sebelumnya oleh lembaga kenabian Perjanjian Lama. Jabatan nabi memiliki fungsi sebagai pengantara dan karena itu, dalam hal tertentu, berfungsi sebagai perpanjangan jabatan pengantara Musa “…sama seperti Aku…” (bnd. Bil. 12:6, 7) Jabatan nabi dianugerahkan kepada Israel untuk menjawab permohonan mereka di Horeb akan seorang perantara pernyataan ilahi (18:16 dst.; bng. 5:23 dst).[17]

            Setelah melihat semua pembahasan mengenai nabi Muhammad yang diklaim ada dalam Ulangan 18:18, serta pembahasan mengenai Yesus Kristus yang menggenapi hampir keseluruhan Perjanjian Lama maka kita dapat menyimpulkan dengan tegas bahwa Ulangan 18:18 termasuk salah satu ayat yang bukan tertuju kepada nabi Muhammad melainkan tertuju kepada Yesus Kristus.   

BAB VI

PENUTUP

SIGNIFIKANSI TEOLOGI PERJANJIAN LAMA BAGI STUDI TEOLOGI

            Jika berbicara mengenai signifikansi teologi Perjanjian Lama bagi studi Teologi maka kita akan menemukan banyak hal di dalamnya bagi pentingnya studi teologi Biblika. Studi Teologi Biblika sendiri membahas dengan teliti tema-tema Perjanjian Lama, serta isu-isu teologis yang ada di dalam Alkitab Perjanjian Lama. Inilah Teologi Biblika yaitu sebagai bagian dari Teologi Perjanjian Lama, maka akan kelihatan fungsinya sebagai kritik bagi Perjanjian Lama. Teologi Biblika sendiri harus ada di dalamnya menyertakan nubuatan pada Perjanjian Lama yang akan digenapi dalam Perjanjian Lama.

            Dalam hal inilah akan sangat terlihat bagaimana pentingnya mempelajari teologi Perjanjian Lama sebagai dasar yang harus ada, agar saat kita melihat sesuatu yang sepertinya membingungkan pada Perjanjian Lama, kita akan dapat memahaminya, bukan malah tersesat atau salah mengerti, sebab memang perjanjian lama memiliki konteknya masing-masing sesuai dengan tema-tema teologinya. Beberapa fungsi yang saya temukan dari mempelajari teologi Perjanjian Lama, yaitu:

·        Untuk menjawab isu-isu teologi pada masa kini.

·        Untuk membantah tuduhan-tuduhan miring terhadap Perjanjian Lama

·        Untuk mengerti maksud sesungguhnya dari penulis awal Perjanjian Lama

·        Untuk mempertahankan iman Kristen bahwa hampir keseluruhan PL merujuk kepada kedatangan Yesus Kristus sebagai Mesias, yang digenapi dalam Perjanjian Baru.

KESIMPULAN

            Setelah melihat bagaimana signifikansi Teologi Perjanjian Lama terhadap teologi Perjajian Lama, maka pada akhirnya penulis akan memaparkan seluruh kesimpulan dari pembahasan di atas, yaitu: Pertama, Setelah melihat semua pembahasan mengenai Kitab Ulangan, maka Kitab Ulangan  ditulis adalah untuk mengingatkan bangsa Israel tentang tanggung jawabnya untuk melaksanakan berbagai aturan hukum dan mematuhi syarat-syarat Perjanjian Sinai. Kedua, Setelah melihat semua bukti-bukti ketidaksamaan antara Musa dengan Muhammad, maka pengakuan Muslim dalam Ulangan 18:18 dengan menyatakan bahwa ayat tersebut menubuatkan kepada nabi Muhammad adalah keliru, karena nabi Muhammad dan Musa sangatlah bertolak belakang, bahkan sangat jauh berbeda. Jika ingin memaksakannya, maka malahan akan kelihatan perbandingan ketidaksamaannya lebih banyak dibandingkan kesamaannya. Ketiga, Yesus adalah antitipe dari keseluruhan nubuatan dalam Perjanjian Lama. Yesus adalah nabi yang telah digambarkan sebelumnya oleh lembaga kenabian Perjanjian Lama. Jabatan nabi memiliki fungsi sebagai pengantara dan karena itu, dalam hal tertentu, berfungsi sebagai perpanjangan jabatan pengantara Musa “…sama seperti Aku…” (bnd. Bil. 12:6, 7). Jabatan nabi dianugerahkan kepada Israel untuk menjawab permohonan mereka di Horeb akan seorang perantara pernyataan ilahi (18:16 dst.; bng. 5:23 dst).



                [1] Van den End & Christiaan de jonge, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam (Malang: BPK Gunung Mulia) 224

                [2] https://www.youtube.com/watch?v=sAxw6s5gHr4&t=88s diupdate 13:20 Kamis, 18 Maret 2021.

                [3] Abdul Haq Vidyarthi, Ramalan Tentang Muhammad Saw. (Jakarta: Mizandigitalpublishing, 2014) hal. 212-213

                [4] John Rogerson, Studi Perjanjian Lama bagi Pemula (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019) hal. x

                [5] Ralph Smith, Old Testament Theology (Ist History, Method and Message) Nashville, Tennese: Broadman and Holmon Publisher,p. 21

                [6] Tentang hubungan antara kedua Perjanjian, lihat Smith D. Moody, Jr. The Use of Old Testament in the New” (Durham, North Carolina, 1972), hlm. 3-65; dan Baker D.L. “Two Testament, One Bible” (Leiceter, Edisi revisi, 1991).

                [7] Herbert Wolf, Pengelanan Pentateukh (Malang: Gandum Mas, 2017) 285-286.

                [8] Andrew E. Hill & John H. Walton, Survei Perjanjin Lama Edisi Revisi (Malang: Gandum Mas, 2013) 166-170.

                [9] Tafsiran Alkitab Wycliffe volume 1 Perjanjian Lama: Kejadian-Ester (Malang: Gandum Mas, 2004)497-498

                [10] I.J. Cairns, Kitab Ulangan pasal 12-34 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015) hal. 105

                [11] Tafsiran Alkitab Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 2006) hal. 217

                [12] https://www.youtube.com/watch?v=-Gx9bqY1L8Q di update 13 Maret 2021, 20:22 WIB.

                [13] Lihat Dodd (1952: hlm. 108 dst.), Ellis (1957: hlm. 113).

                [14] D.A. Hubbard, W.S. Lasor, & F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 1 Taurat & Sejarah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011) hal. 25-26

                [15] Ibid, hal. 27

                [16] David L. Baker, Mari Mengenal Perjanjian Lama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005) hal. 15

                [17] Tafsiran Alkitab Wycliffe volume 1 Perjanjian Lama: Kejadian-Ester, Ibid, hal. 498

Posting Komentar

0 Komentar