Ini adalah cerita kuno yang menjelaskan mengapa ular
tembaga berdiri di kenisah Yerusalem. Ternyata dalam 2 Raj. 18:4, benda ini
disalah artikan menjadi benda sebagai penyembahan berhala dalam ibadah seputar
ular tembaga. Oleh karena itu, pada zaman Hizkia benda ini dihancurkan. Alasan
dibalik ibadah seputar ular tembaga adalah karena makna dari ular yang memiliki
kemampuan untuk membiakkan diri, maka ular dilambangkan kehidupan dan dipakai
sebagai lambang kesuburan di zaman kuno.[1]
Cerita
yang kita hadapi sekarang ini disusun dengan pola
pemberontakan-hukuman-pengantaraan-pengampunan yang berkali-kali digunakan (lih. 11:1-3;12:2-16). Perhatian kita
selanjutnya diarahkan lahi kepada umat yang memberontak. Meskipun ini adalah
generasi baru dan mereka dekat sekali dengan Tanah Perjanjian, mreka masih saja
mengeluh kepada Allah dan Musa. (ay. 5a). Umat yang baru saja berangkat di
Gunung Hor dan dalam perjalanan ke selatan ke Teluk Akaba ketika mereka
kehilangan kesabaran. Keluhanlah yang sekali lagi keluar dari mulut mereka
mengenai makanan dan minuman serta kerinduan mereka untuk kembali ke Mesir.
Setelah
kelakuan bangsa Israel tersebut, Yahwe langsung menjawab dengan hukuman, dengan
mengirimkan ular-ular yang menggigit umat, yang mengakibatkan sejumlah besar
orang mati (ay. 6). Umat berpaling kepada Musa untuk meminta bantuan atas apa
yang menimpa mereka. Pada saat itu mereka mengaku telah melakukan dosa dan
meminta Musa untuk berdoa kepada Allah, agar Allah melenyapkan ular-ular dari
mereka (ay. 7). Musa sebagai seorang yang menjadi pengantara antara umat dan
Yahwe, maka Musa menerima perintah untuk mengakhiri penderitaan tersebut dengan
melakukan tepat seperti yang diperintahkan Yahwe. Ia melakukannya dengan
membuat ular tembaga dan memancangnya pada tiang, sehingga setiap orang yang
memandang ular itu akan sembuh. Penyembuhan ini dikaitkan dengan ketaatan dan
kepercayaan. Ironisnya, penyembuhan datang dari sumber yang dijadikan sebagai
hukuman, yaitu ular.
0 Komentar