BAB 2
LANDASAN TEORI
LATAR BELAKANG
ORANG KRISTEN MULA-MULA YANG MENERIMA YESUS SEBAGAI MESIAS
Faktanya
tanpa diragukan lagi bahwa Kekristenan merupakan sebuah paham keagamaan yang
lahir dari Yudaisme.[1]
Ini merupakan premis terbaik yang telah dipelajari oleh Jacob Neusner dan Bruce
Chilton yang mempelajari tentang agama, bahwa memang kekristenan berasal dari
Yudaisme.[2]
Dengan demikian, Kekristenan bukanlah sebuah agama atau kepercayaan yang lahir
sendiri dan memiliki konsep-konsep sendiri mengenai doktrin-doktrin yang ada di
dalam kepercayaan mereka.[3]
Melainkan sebuah agama atau kepercayaan yang bersumber dari kebudayaan serta
kepercayaan Yudaisme. Namun, bukan berarti bahwa komunitas Yahudilah yang memberikan
kepercayaan kepada komunitas non-Yahudi di Antiokhia[4],
yang disebut sebagai “Kristen” atau “Pengikut Kristus”. Terbukti melalui fakta
bahwa rata-rata murid Yesus Kristus berasal dari Israel atau dari kalangan
orang Yahudi, yang juga mempelajari kitab-kitab orang Israel. Terlihat dari
konsep pemikiran murid-murid Yesus, yang percaya bahwa kitab-kitab orang Israel
adalah firman Allah Mahatinggi, percaya kepada Musa, melaksanakan hukum sunat,
percaya pada Kitab perjanjian lama yang telah terkanonisasi pada saat itu,
serta kepercayaan kepada Mesias yang telah dijanjikan.
2.
LATAR BELAKANG
ORANG YAHUDI PADA UMUMNYA
Orang
Yahudi adalah bangsa keturunan dari Abraham. Dengan demikian mereka yakin bahwa
hanya merekalah bangsa yang dipilih Allah, bangsa lain hanyalah “kayu akar
untuk bahan bakar Neraka”.
Demikianlah,
orang-orang Yahudi memiliki sandaran keyakinan yang kuat, baik terhadap diri
sendiri maupun bangsanya. Mereka memiliki sejarah yang tidak bagus sebagai
sebuah kaum, tetapi berhasil menunjukkan jati dirinya karena keyakinan kuat
yang mereka miliki. Dulu, mereka adalah kaum minoritas, tertindas oleh penguasa
yang culas, dan terusir dari tanah yang luas.[5]
Hampir
5,5 miliar orang di bumi ini yang di antaranya sekitar 18.000.000 jiwa
diklasifikasikan sebagai bangsa Yahudi. Secara statistik, mereka hampir tidak
bisa didengar oleh pengamat sejarah. Orang-orang Yahudi sama sekali terdengar
tidak proporsional dengan jumlah mereka yang kecil. Padahal, kontribusi mereka
terhadap deretan nama-nama besar dunia dalam agama, sains, sastra, musik,
keuangan, dan filsafat amat mengejutkan.[6]
Sementara
itu, Website BBC, pada bagian Religions menyatakan
bahwa “Yudaisme” atau agama orang Yahudi adalah agama monoteistik yang paling
tua dan telah ditemukan lebih dari 3500 tahun lalu di Timur Tengah.” [7]
Pengertian mengenai Yudaisme tersebut sesuai dengan apa yang didefinisikan oleh
Lorent Bagus dalam Kamus Filsafat, yaitu bahwa “Yudaisme adalah agama orang
Yahudi.” [8]
Memang
faktanya bahwa, mereka adalah umat pilihan Allah, instrumenNya bagi penebusan
segala ciptaan. Bagi Allah orang Yahudilah yang paling berarti, karena Ia akan
menggunakan mereka untuk menyelamatkan yang lain.[9]
Sebagai
suatu masnyarakat, kehidupan mereka tidak banyak berbeda dari
masyarakat-masyarakat lain di sekitarnya, maupun yang ada di seluruh Asia Barat
Daya Kuno. Orang-orang Yahudi yang berbangsa Israel, merupakan masyarakat yang tidak terlepas dari
masalah-masalah sosial yang dihadapi oleh masyarakat umum pada saat itu,
seperti masalah perbudakan, perbedaan sosial antara yang kaya dan miskin,
perbedaan gaya hidup antara masyarakat kota dengan masyarakat pedesaan,
masalah-masalah perlakuan pada orang asing, masalah-masalah di lapangan hukum
dan keadilan, kecenderungan untuk mengabaikan hukum resmi (Torah), dan
sebagainya.[10]
Orang
Yahudi tentunya memiliki konsep-konsep yang menjadi dasar prilaku mereka dalam
masnyarakat. Konsep yang dimaksud disini adalah konsep pemikiran atau konsep
pola berfikir. Diantaranya konsep-konsep tersebut ada konsep tentang Messiah,
sehingga prilaku mereka ialah masih menunggu kedatanganNya. Arti sebenarnya
dari konsep ini yaitu adalah sebuah konsep lama orang Yahudi yang mendambakan
kedatangan seorang tokoh Yahudi, yang mempu membawa bangsa Yahudi menuju masa
kejayaan.[11]
3.
ALASAN MENGAPA
BANGSA YAHUDI BEGITU MENANTI-NANTIKAN SANG MESIAS
Konsep
yang adalah ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa yang konkret.
Konsep yang dimiliki oleh Yahudi mempengaruhi bagaimana pandangan mereka
terhadap kedatangan sang Messias. Penantian orang Yahudi bukanlah prilaku yang
dilakukan tanpa alasan. Pengharapan orang Yahudi berdasarkan Latar belakang
Perjanjian Lama dan masa 40 tahun kegelapan. Berikut, ada beberapa pakar yang
memaparkan alasan mengapa orang Yahudi sampai hari ini masih menantikan sang
Mesias.
Pertama,
menurut Rabbi Sharaga Simmons bahwa
dunia sangat membutuhkan penyelamatan Messiah. Perang dan polusi terus
mengancam kehidupan manusia dan merusak nilai-nilai kehidupan keluarga. Ketika
keterpurukan dunia semakin parah, semakin besarlah kerinduan bangsa Yahudi
terhadap kedatangan sang Messiah.[12]
Kedua,
ada seorang pakar perbandingan agama dari Mesir yaitu Prof. Ahmad Syalabi memaparkan
bahwa bangsa Yahudi dalam sejarah tercatat sebagai bangsa yang selalu mengalami
ketidakmujuran nasib. Atas dasar situasi penuh penderitaan inilah, para ahli
berfikir bahwa alasan kuat mereka menanti-nantikan kedatangan seorang
penyelamat adalah supaya dapat mengangkat mereka dari lembah kehinaan serta
menempatkan diri pada kedudukan yang dicita-citakan.[13]
Menurut
kedua pakar diatas, dapat terlihat begitu besar kerinduan yang dirasakan oleh
orang Yahudi, yaitu bahwa gagasan tentang Mesias, adalah gagasan yang sangat
populer dikalangan orang Yahudi, sehingga dimana saja gagasan tersebut
terdengar, maka akan mencuri perhatian orang-orang Yahudi. Namun, asal-usul,
watak, dan ciri-ciri fisik tidaklah dimengerti secara jelas oleh orang-orang
Yahudi, sehingga gagasan ini menyebabkan bahwa “kebingungan.”
4.
YESUS SEBAGAI
ORANG YAHUDI YANG ADALAH MESIAS
Mesias
berarti “orang yang diurapi” (yang dalam terjemahan Yunaninya adalah
“Kristus”). Mesias sendiri adalah istilah tetap untuk Raja besar itu, yang
dinantikan oleh bangsa Israel atas dasar nubuatan yang terdapat di Perjanjian
Lama. Pada PL, Raja itu akan menguasai seluruh dunia dan akan membawa
keselamatan. Dia tokoh yang tertinggi di dunia, tidak ada seorang pun yang
dapat melebihi Dia. Menurut kesaksian PL, hanya ada satu Mesias. Demikianlah
Yesus pada PB adalah “unik.” Yesus merupakan pusat yang mutlak dalam perkerjaan
anugerah yang Allah kerjakan di dunia.[14]
Mesias
yang dijanjikan atau yang dinubuatkan akhirnya pada Perjanjian Baru digenapi
dalam diri Yesus Kristus. Kehidupan sosial Yesus sebagai Juru Selamat bermula
dengan pembabtisannya. Menurut Gospel Sinoptik,[15]
pelayanannya hanya berlangsung setahun. Ia adalah seorang liberal. Sebagaimana
dalam tradisi nabi-nabi, ia melawan semua bentuk ketidakadilan. Ia mengajarkan
ketaatan terhadap Hukum Musa, diantaranya adalah dengan berbelaskasihan kepada
kepada orang miskin, kemurahan hati, dan toleransi. Di sisi lain, Yesus
berbicara dengan lembut dan dengan hati yang penuh kasih. Dalam Dass Jesus Christus ein Geborener Jude Sei (Bahwa
Yesus Kristus adalah Seorang Yahudi Lahiriah)[16]
Guignebert juga mengatakan bahwa Al-Masih
(Messiah) yang ditunggu-tunggu oleh orang Yahudi bukanlah manusia biasa,
malahan manusia dari langit (Heavenly
Person). Sosok sakti ini telah
diciptakan Allah beberapa abad yang lampau. Sebelum turun ke dunia, ia menetap
di langit. Tatkala diutus, Allah memberikannya kekuatan. Sang Messiah ini
muncul dalam rupa manusia, walaupun tabiatnya bercampur-aduk antara tabiat
Tuhan dan Manusia.[17]
Yesus
Kristus menyadari bahwa keberadaanNya adalah untuk menggenapi nubutan Mesianik.
Sebagai Mesias, Yesus bukan hanya mnghidupkan kembali nubuat-nubuat harfiah
tetapi juga sejarah umat Yahudi, contohnya pada Hosea 11:1, bnd. Matius 2:15.[18]
Yesus
yang adalah Mesias menghindari tersebar luasnya kabar bahwa Dia adalah Mesias.
Hal itu dikarenakan Yesus mengingat bahwa gagasan kepopuleran seorang Mesias.
dan juga agar waktunya tepat, tidak terlalu cepat dan tidak telalu lama. Inilah
alasan mengapa Yesus tidak secara terang-terangan mengatakan bahwa diriNya
adalah Mesias. Apalagi jika Yesus mengatakan bahwa dirinya adalah Tuhan.
Ada dua pengakuan yang diberikan oleh Yesus mengenai
statusnya sebagai Mesias, yaitu:
1.
Pengakuan secara
langsung, menurut Mat. 26:63-64
Pengakuan secara langsung dari Yesus
Kristus tidaklah mudah ditemukan, karena hal tersebut bukanlah hal yang harus
diumbar-umbar. Penulis Injila Matius melihat pengakuan Yesus pada saat Yesus
dihadapkan dihadapan Imam besar Kayafas. Pada saat Imam Kayafas bertanya dengan
sungguh-sungguh kepada Yesus, untuk mendengar pengkuanNya, apakah Yesus yang
dilihat hanya sebagai orang biasa, berani mengaku sebagai Mesias yang
dijanjikan itu. Kayafas berkata: “Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada
kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak." Kemudian, dengan
tegas Yesus mengaku, dengan menjawab: “engkau telah mengatakannya.” Pernyataan
Yesus tersebut adalah suatu pengakuan yang tidak dapat disangkal lagi bahwa
diri-Nya adalah Mesias yang ilahi. Hal ini oleh Imam besar Kayafas dianggap
sebagai tuduhan penghinaan yang terbesar. Karena Yesus secara terbuka mengakui
bahwa ada yang telah dituduhkan kepada diriNya selama ini adalah benar. [19]
Pengakuan Yesus secara langsung,
menandakan bahwa diriNya adalah orang berbeda dari manusia manapun. Demikianlah
Ia adalah orang yang unik yang menyamakan dirinya dengan Bapa. Orang-orang
Yahudi tidak pernah menyangka ini, dan tidak pernah menyamakannya, karena dalam
konsep mereka Mesias dan Tuhan adalah orang berbeda, begitu juga dengan Bapa
dalam konsep orang Yahudi, yang menunjuk langsung kepada YHWH.
2.
Pengakuan secara
tidak langsung, menurut Mat.16:15-16 [20]
Pada
ayat ini Yesus mengutarakan suatu pertanyaan yang penting, yang berbunyi:
“Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Kemudian Petrus menjawab, dengan
berkata: “Engaku adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.”
Menurut
pernyataan Petrus tersebut, Petrus sangat yakin bahwa Yesus adalah “orang yang
diurapi” yang telah dinubuatkan pada PL. Memang bukan Petrus orang pertama yang
mengakui Yesus sebagai Mesias. Misalnya pada Mat. 15:22, seorang perempuan
Kanaan yang berseru: “Kasihanilah aku, ya Anak Daud” (Anak Daud yang dimaksud
memiliki arti yang sama dengan Mesias). Pengakuan
Petrus adalah pengakuan yang matang. Pengakuan ini berdasarkan statusnya
sebagai salah satu dari keduabelas murid. [21]
Kemudian,
dengan gembira Yesus menerima pengakuan tersebut, bahwa Dia adalah Mesias.
Dalam hal ini, dapat terlihat jelas bahwa secara tidak langsung Yesus mengklaim
diriNya sebagai Mesias yang dijanjikan itu. Namun, Mesias yang pahami oleh
Yesus tidak sama dengan Mesias yang dinantikan oleh orang Yahudi, karena orang
Yahudi menantikan Mesias sebagai raja yang langsung memusnahkan musuh-musuh
Israel. Pada kenyataannya Yesus tidak memenuhi harapan itu. Yesus mengakui
status tersebut dengan mengatakan: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus, sebab
bukan manusia (atau pikiran manusia) yang menyatakan kepadamu, melainkan
Bapa-Ku yang di Sorga.” [22]
TUJUAN
INJIL MATIUS ADA 2, YAITU:
·
Pertama, untuk
membuktikan bahwa Yesus adalah Mesias. Mesias adalah suatu sebutan Yahudi bagi
raja Israel yang akan membawa keselamatan bagi Israel pada akhir zaman. Matius
menyajikan bahwa Yesus sebagai Mesias Israel (Yang Diurapi) yang menggenapi
peran dari nabi, imam, dan raja dalam satu Pribadi.
·
Kedua, untuk
menyajikan kerajaan yang sesuai dengan rencana Allah. Yesus adalah Mesias
Israel dan bangsa itu telah menolak sang Mesias tersebut. Kerajaan tersebut telah
ditawarkan kepada orang Yahudi telah ditunda oleh karena penolakan Israel.
[1]
Robert Travers Hevord, Christianity In
Talmud and Midrash (New York: Ktav Publishing House, 1903) Vii.
[2]
Jacob
Neusner & Bruce Chilton, Judaism in
the New Testament: Practices and Beliefs (New York: Routledge, 1995) Xii.
[4]
Kisah Para Rasul 11:26 (LAI TB) “Mereka
tinggal bersama-sama dengan jemaat itu satu tahun lamanya, sambil mengajar
banyak orang. Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut
Kristen.”
[5]
Agoes Noer Che, Menyingkap Rahasia Asah
Otak Ala Orang Yahudi (Yogyakarta: DIVA Press, Mei 2016) Hal. 17
[10]
Marthinus Theodorus Mawene, Perjanjian
Lama & Teologi Kontekstual (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016) Hal. 16
[14]
J.J. De Heer, Tafsiran Alkitab Injil
Matius pasal 1-22 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015) hlm. 318
[15]
Tiga Gospel yang pertama bersifat synoptic,
dikarenakan narasi-narasinya saling paralel satu dengan yang lain. Hal
semacam ini tidak terdapat pada Gospel
According to Sains John.
[18]
Enns 2005:132-34. Dia mengatakan bahwa “Akan memakan energi mental yang sangat
besar jumlahnya untuk menyanggah bahwa Metius menghormati konteks historis dari
kata-kata Hosea, yaitu bahwa sebenarnya ada sesuatu yang prediktif dalam Hosea
11.
0 Komentar