Dalam
kehidupan nikah, mertua adalah orang tua yang terkadang terbeban dengan masalah
internal keluarga anaknya. Padahal anaknya sendiri dapat menyelesaikan masalah
internal tersebut, tanpa campur tangan mertua atau orang tua. Dalam hal inilah
sering terjadi masalah dengan mertua merupakan masalah yang universal. Dampak
dari permasalah ini mengakibatkan tidak harmonisnya hubungan antara suami dan
istri. Ini adalah fakta yang kita temukan disetiap pasangan yang telah menikah.
Ternyata apakah mertua akan menjadi teman atau musuh itu adalah pilihan kita
sendiri. Salah satu penyebab yang sering muncul adalah akibat pasangan suami istri
harus tetap tinggal bersama dengan orang tua atau mertua. Mula-mulanya mungkin
cukup baik, namun lama-kelamaan maka akan mulai terasa bahwa ibu atau bapak
mertua ikut campur tangan dengan urusan internal keluarga anaknya, bahkan mulai
mengambil alih keputusan. Akibat lainnya sang istri tidak akan berkembang
menjadi ibu rumah tangga yang baik, demikian juga dengan suami tidak juga akan
berkembang sebagai kepala keluarga yang baik.
Prinsip
yang dapat diambil adalah bahwa mertua dapat memberi nasihat pada menantu.
Nasihat tersebut harus dilakukan dengan cara yang baik dan harmonis sekali,
tidak terlalu cepat bicara. Dan kemudian memberikan sang menantu untuk
mengambil keputusan, bukan sang mertua yang mengambil keputusan.
Beberapa
sikap yang dapat diambil dalam menjaga hubungan yang harmonis dengan mertua,
yaitu pertama dengan mengambil sikap yang positif dan pendangan yang optimis,
pura-pura tidak ada masalah dengan mertua adalah tindakan yang tidak tepat.
Kedua, adalah belajar mengerti kepribadian mertua. Menantu yang bijaksana
belajar untuk merendahkan diri dan menghargai mertuanya untuk dapat menganggap
sebagai orang tua sendiri. Oleh sebab itu, menantu tidak perlu membuat suatu
perbedaan dengan mertua lainnya. Menantu harus belajar untuk menerima apa
adanya keberadaan mertunya. Karena tidak selalu mertua menjadi musuh, tetapi
mertua juga dapat menjadi teman atau sahabat yang baik dan bijaksana.
Bagi saya secara pribadi, hal ini mungkin adalah hal yang harus diantisipasi mulai dari sekarang yaitu dengan mempersiapkan diri dan pasangan untuk siap mandiri lepas dari orang tua atau mertua. Dalam hal ini sebelum masuk dalam pernikahan, saya harus terlebih mampu berkerja mencukupi kebutuhan hidup saya, dengan sambilan menambung. Atau pada saat pacaran, sama-sama saling berkerja dan menambung untuk membeli atau mencicil rumah pribadi.
Saya
sebagai laki-laki, harus terlebih dahulu telah memahami konsep Firman Tuhan
tentang bagaimana konsep perkawinan, yaitu seperti dalam Kejadian 2:24, “Sebab itu seorang laki-laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya
menjadi satu daging”. Meninggalkan orang tua berarti mereka menjadi satu
keluarga baru.
Alkitab juga memberi contoh hubungan orang tua dengan anaknya yang sudah menikah atau orang tua dengan menantunya, salah satunya pada Kejadian 26:34-35, yaitu Esau telah berumur empat puluh tahun, ia mengambil Yudit, anak Beeri orang Het, dan Basmat anak Elon orang Het menjadi Isterinya. Kedua perempuan itu menimbulkan kepedihan hati bagi Ishak dan bagi Ribka.
0 Komentar